Terkait areal usaha, jelas Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK, Wiratno sebagaimana tertulis dalam siaran perss bernomor : SP. 436 /HUMAS/PP/HMS.3/08/2018 bahwa kedua izin di atas berada di ruang usaha pada Zona Pemanfaatan. Prosedur penerbitan izin kedua perusahaan tersebut juga, menurutnya, sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sebagaimana disyaratkan dalam aturan pembangunan dan pengembangan rencana pengelolaan tidak boleh mengganggu lintasan Komodo dan sarang Komodo. Ditambahkan Wiratno kedua perusahaan tersebut dalam hal pembangunan fisik seperti bangunan, sudah menggunakan konsep kearifan lokal dan ramah lingkungan baik dari segi material maupun tata cara pelaksanaannya.
“Mereka menggunakan bahan bangunan material bambu dari bajawa, menggunakan solar panel dan konsep zero waste, dan pada saat ini kedua perusahaan tersebut masih dalam proses pembangunan konstruksi, dengan terus dimonitor oleh KLHK”, pungkasnya.
Proses pembangun ini terus dilakukan karena selain sudah sesuai prosedur juga karena ada pertimbangan teknis lain terkait jaminan pelayanan kepada wisatawan. Menurut KLSK pengunjung TNK saat ini mencapai 120 ribu orang per tahun atau sekitar 10 ribu orang per bulan, yang perlu mendapatkan keamanan, kenyamanan, dan kepuasan saat berwisata, yang perlu didukung sarana dan prasarana (sarpras). “Kunjungan wisata tersebut berkontribusi menyumbang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar 29 milyar rupiah per tahun.”