Konon, di Tado Wae Wetok hanya terdapat tiga kepala keluarga. Ketiga Kepala Keluarga ini turun dari kampung induk Ledang menuju Tado Wae Wetok untuk berkebun.
“Tado Wae Wetok memiliki lahan yang subur karena sumber mata airnya tidak pernah mati” kisah Antonius Selamun, sesepuh adat Tando yang juga merupakan keturunan langsung salah satu penghuni pertama kampung Tado Wae Wetok. “Karena tanahnya yang subur dan warganya hidup sejahtera, maka banyak kelurga dari Ledang mulai perlahan-lahan bergabung”. Lanjutnya.
Lantaran jumlah penduduknya kian banyak, dari Tado Wae Wetok warga berpindah menuju ke tempat yang baru. Di tempat, yang baru tidak jauh dari Tado Wae Wetok, mereka membuka lahan dan rumah. Perlahan-lahan nama Tado berubah menjadi Tando. Dari Tando warga kemudian berpindah lagi menuju Tando baru. Alasan kepindahan ini adalah untuk menjaga tanah leluhur “Walaupun penduduknya semakin banyak dan warga berpindah, kami tetap tidak merasa kekurangan, alam memberikan kami kesejahteraan” aku Antonius.
“Namun sekarang, kami benar-benar dalam kesulitan. Sawah sebagai sumber utama kehidupan kami tidak memberikan hasil apa-apa. Banyak sekali masalahnya” jelasnya sambil menguraikan satu persatu mulai dari modal tinggi sampai tanah yang sudah tidak subur.
“Tapi kami juga tidak bisa lari dari semua persoalan itu. Sebagai petani kami akan tetap bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup kami, kalau tidak?” tutupnya dengan tanya.*
*) Dari Lintas Timur, edisi Juli-Oktober 2013