“Ini merupakan bagian dari inisiatif kami memajukan literasi di NTT,” katanya.
Ia menyebut literasi menjadi soal pelik di NTT, yang merujuk pada data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi pada 2019, indeksnya hanya 29,83 persen dan masuk dalam kategori rendah. Sementara Indeks Aktivitas Literasi Membaca di NTT pada 2019 menempati posisi ke-31 diantara provinsi-provinsi di Indonesia.
Dengan halaman ini, kata Herry, Floresa “menyediakan wadah yang bisa membuka akses bagi bacaan-bacaan penting, eksplorasi gagasan dan latihan keterampilan berpikir kritis yang kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan.”
“Kami meyakini ini menjadi salah satu langkah kecil berkontribusi bagi dunia pendidikan di NTT,” katanya.
Ia menjelaskan, harapannya halaman ini menjadi ruang bersama lintas sekolah dan universitas, tempat setiap komponen pelaku pendidikan – siswa, mahasiswa, guru, dosen, orang tua, penyelenggara sistem pendidikan, pembuat kebijakan, dan lain-lain – membagi tulisan yang dapat diakses oleh publik.
Dengan demikian, kata dia, terbangun “koneksi antara sekolah dan kampus di NTT sehingga menjadi kekuatan kolektif bagi produksi berbagai wacana kritis demi mengambil bagian dalam upaya transformasi sosial.”
“Silahkan dikirimkan ke email koliteraksi.floresa@gmai.com. Tulisan akan dikurasi dan diedit bersama dengan tim editor sampai siap dipublikasikan,” katanya.
Ia menjelaskan, pembuatan halaman ini hanyalah salah satu dari upaya Floresa berkontribusi bagi dunia pendidikan.
“Kami juga terbuka untuk bekerja sama dengan para pengelola lembaga pendidikan atau kelompok belajar alternatif untuk pelatihan-pelatihan menulis, pelatihan jurnalistik dasar dan jurnalisme investigatif, diskusi dan seminar,” katanya.
Sebuah Inisiatif Kolektif
Halaman KoLiterAksi ini terselenggara atas kolaborasi Floresa dengan Sunspirit for Justice and Peace – lembaga swadaya masyarakat berbasis di Labuan Bajo yang telah terlibat dalam berbagai kegiatan riset, advokasi dan pendampingan kaum muda dan Rumah Baca Aksara – sebuah ruang gerakan kolektif orang muda berbasis di Ruteng yang mengelola perpustakaan, usaha pemberdayaan serta ragam kerja kesenian.
Karena merupakan kolaborasi, kata Herry, tim yang mengelola halaman ini, selain dari Floresa, juga melibatkan perwakilan dari Sunspirit for Justice and Peace dan Rumah Baca Akasara.
“Kami juga melibatkan beberapa guru di dalam tim. Keterlibatan berbagai elemen ini menjadi bagian dari upaya memperluas jaringan kolaborasi,” katanya.
Elisabeth Hendrika ‘Ney’ Dinan, direktur Sunspirit for Justice and Peace berkata melalui upaya kolektif ini, “kita bersama-sama mendorong lahirnya para penulis muda terutama adik-adik sekolah menengah dan mahasiswa untuk mempublikasikan tulisan mereka.”
“Saya yakin banyak yang punya kemampuan berpikir kritis dan menuangkannya dalam bentuk tulisan, namun ruang publikasinya terbatas,” kata Ney.
“Tulisan-tulisan bagus berakhir di majalan dinding dan jurnal sekolah yang jangkauannya terbatas. Ruang KoLiterAksi ini memungkinkan tulisan mereka dibaca publik dalam skala ruang yang lebih luas,” tambahnya.
Sementara Gheril Ngalong, koordinator Rumah Baca Aksara mengatakan “tentu saja kami sangat antusias dengan kerja-kerja kolaborasi yang tujuannya sama, meningkatkan literasi.”
“Apa yang diupayakan tim Floresa selaras dengan semangat kami di Rumah Baca Akasara,” katanya.
Ia berharap inisiatif ini “menjadi wadah informasi yang edukatif untuk semua kalangan.”
“Terlebih khusus sebagai ruang apresiasi serta dukungan atas setiap upaya atau kerja-kerja baik dari para pegiat komunitas yang masih bergerak dengan langkah-langkah kecil,” kata Gheril.
Sejak dirancang pada bulan lalu, sejumlah tulisan telah dipublikasi di halaman ini.
Beberapa di antaranya adalah berita tentang kegiatan Sekolah Dasar Puing di Kabupaten Manggarai Barat menanam bambu, bagian dari upaya sekolah menjaga lingkungan. Berita ini ditulis seorang guru di sekolah tersebut.
Tulisan lain adalah opini Gerardus Kuma, seorang guru di Kabupaten Flores Timur tentang pentingnya pendidikan bagi anak-anak yang kini mengungsi akibat erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki.
“Harapannya, pada waktu-waktu mendatang, kami bisa menerima lebih banyak tulisan lagi dari wilayah-wilayah lain di NTT,” kata Herry.