Warga Poco Leok Hadang PT PLN yang Kembali Survei Lahan Proyek Geothermal dengan Pengawalan Ketat Aparat

Floresa – Warga Poco Leok di Kabupaten Manggarai, NTT kembali melakukan penghadangan terhadap petugas PT PLN yang dikawal ketat aparat keamanan melakukan aktivitas untuk proyek geothermal pada 1 Agustus.

Masyudi Onggal, seorang warga, mengatakan kepada Floresa bahwa aktivitas hari ini dilakukan di Lingko Munting, lahan ulayat milik warga Gendang Rebak, salah satu kampung adat di wilayah Poco Leok.

Ia menjelaskan, para petugas dan tim penelitian yang dikawal ketat puluhan aparat kepolisian memasuki wilayah kampung Ndajang sekitar pukul 08.00 Wita dan berkumpul di salah satu rumah warga. Ndajang adalah kampung pertama sebelum memasuki wilayah Poco Leok.

Sementara itu, puluhan warga dari Gendang Lungar, Tere, Jong, Rebak, Cako, Nderu, Mori, Mocok dan Mucu, kata Yudi, berusaha menemui para petugas tersebut untuk menyatakan protes terhadap aktivitas yang akan dilakukan di lahan ulayat mereka.

Dalam beberapa video yang diterima Floresa, tampak warga hendak menemui para petugas tetapi dihadang, hingga terlibat debat dan saling dorong dengan sekelompok polisi.

Seorang polisi dalam video itu terdengar menuduh seorang warga sebagai provokator aksi, yang kemudian menyebabkan debat panjang.

“Hei, kau provokator,” ujarnya sambil menunjuk ke arah warga.

Warga tersebut, yang tidak menerima ujaran polisi mengatakan, “Apa? Anda cap saya provokator? Saya warga Poco Leok, dan sedang berjuang mempertahankan hak dan tanah Poco Leok. Itu Anda anggap provokator?”

Seorang warga sedang berdebat dengan aparat yang mengawal aktivitas PT PLN pada 1 Agustus. (Dokumentasi warga Poco Leok)
Sementara itu, beberapa orang ibu yang berada di lokasi meminta polisi untuk mendengarkan suara penolakan mereka dan tidak lagi melakukan survei di atas lahan ulayat.

“Datang terus, tidak pernah malu. Apakah kalian tidak dengar suara penolakan kami,” teriak ibu dalam video tersebut.

“Kalian yang datang ini orang-orang terdidik. Tapi kalian datang dan bor sembarang saja di lahan warga tanpa tata cara yang baik. Beginikah adab orang terdidik?” teriak seorang ibu lainnya.

Yudi dan warga lainnya menduga para petugas tersebut mengadakan survei berkaitan dengan suhu, tanah, dan air di lokasi pengeboran geothermal.

“Mereka membawa mesin jenset, alat ukur suhu, dan beberapa perlengkapan lain, termasuk wadah dari kaca yang berisi cairan,” katanya.

Seorang ibu memilih duduk di jalan bagian dari protes terhadap aktivitas PT PLN pada 1 Agustus untuk proyek geothermal. (Dokumentasi warga Poco Leok)
Aktivitas PT PLN tersebut dilakukan di tengah upaya warga yang terus menyuarakan penolakan terhadap proyek geothermal, perluasan PLTP Ulumbu Unit 5-6.

Proyek tersebut, yang merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional, menargetkan energi listrik 2×20 megawatt, meningkat dari 10 megawatt yang dihasilkan PLTP Ulumbu saat ini.

Pendanaan proyek berasal dari Bank Pembangunan Jerman Kreditanstalt für Wiederaufbau (KfW).

Pada 25 Juli, pihak KfW merespon surat pengaduan warga Poco Leok, menyatakan “menanggapi masalah ini dengan serius dan mendukung niat untuk menindaklanjuti” tuntutan-tuntutan warga.

Sebelumnya pada 5 Juli warga mengirim surat kepada bank tersebut, berisi argumen-argumen penolakan terhadap proyek geothermal, di antaranya menolak eksploitasi atas ruang hidup, proses-proses proyek yang tidak melibatkan warga dan adanya represi oleh aparat keamanan.

Pengiriman surat aduan kepada Bank KfW merupakan salah satu dari upaya warga melakukan perlawanan, di samping menulis surat kepada pihak pemerintah dan ATR/BPN Manggarai, juga berbagai aksi pengadangan terhadap aktivitas perusahaan di lokasi-lokasi pengeboran geothermal.

Publikasi Lainnya