Kejaksaan Usut Kasus Tempat Olah Limbah B3 Mubazir yang Dibangun KLHK di Labuan Bajo

Bagikan:

Ditulis oleh:Jefry Dain

Floresa.co – Kejaksaan sedang mendalami dugaan penyimpangan dalam proyek pengadaan insenerator atau tempat olah limbah bahan bahaya beracun [B3] milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK] yang mubazir di Labuan Bajo.

Tempat yang berlokasi di Desa Nggorang, Kecamatan Komodo itu dibangun dengan anggaran Rp 6,9 miliar pada 2020 dan direncanakan untuk menangani limba B3 di wilayah Flores hingga Lembata.

Tony, Kasi Intel Kejaksaan Negeri Manggarai Barat mengatakan, saat ini pihaknya masih dalam proses penyelidikan terkait beberapa barang penting dan penunjang yang hilang dan rusak sehingga tempat tersebut tidak bisa berfungsi.

“Kami baru mau mendalami, memang kami sudah dapat keterangan bahwa ada beberapa barang yang hilang. Indikasi kerugian negara ada,” katanya, Kamis, 27 Juli 2023.

Ia menjelaskan, belum bisa memastikan jumlah kerugian karena bukan kewenangan pihaknya.

“Nanti ada tim ahlinya yang akan menghitung itu atau auditornya,” katanya.

Terkait dengan hilangnya beberapa barang, kata dia, “entah karena pencurian atau kesengajaan, kita belum dalami.”

Tony menjelaskan  pengadaan mesin insenerator dan tempat pengolahan itu dilakukan oleh pemerintah pusat, mulai dari proses tender hingga serah terima.

Ia menjelaskan, tempat itu pernah diuji coba saat pandemi, mengolah limba Covid-19.

Tetapi setelah itu, kata dia, tidak berfungsi lagi karena tidak ada tenaga yang mengelolanya.

Tempat itu dibangun oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah dan Limbah Bahan Beracun Berbahaya [Ditjen PSLB3] KLHK pada 2020 dan selesai pada 2021.

Luas wilayah untuk pengolahan limbah itu mencakup 2,65 hektar yang berada di Satar Kodi, wilayah dalam kawasan Hutan RTK 108 Nggorang Bowosie, di pinggiran kota Labuan Bajo.

Namun, lebih dari dua tahun setelah diresmikan dan diserahkan kepada Pemerintah Provinsi NTT pada 21 Mei 2021 untuk dikelola, kondisi tempat itu sudah tidak lagi terawat.

Pantauan Floresa saat meninjaunya, jalan masuk menuju bangunan insinerator itu telah ditumbuhi semak belukar. Rumput liar juga menjalar di sebagian tembok bangunan.

Sementara jendela kaca di samping pintu sudah pecah, beberapa bagian temboknya juga terlihat mulai retak.

Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat mengatakan saat peresmiannya bahwa kehadiran insinerator pertama di kota pariwisata Labuan Bajo itu memberi pesan penting bagi para wisatawan terkait pengelolaan limba B3.

Para wisatawan, kata dia, tidak perlu ragu lagi “bahwa limbah B3 di Labuan Bajo dimanajemen secara baik sehingga tidak boleh takut ke Labuan Bajo dan Flores pada umumnya.”

Sementara menurut Ondy Christian Siagian, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTT, dalam pernyataannya kala itu, tempat itu ditargetkan bisa menjadi lokasi pembakaran semua limbah medis dari fasilitas kesehatan sedaratan Flores dan Lembata, yang menurut data tahun 2020, volume limbah B3 medisnya sekitar 1.104,31 kilogram per hari.

Limbah itu berasal dari 15 rumah sakit sedaratan Flores dan Lembata.

Publikasi Lainnya

Ritual Syukur Masyarakat Adat Wae Sano Usai PT PLN Tak Prioritaskan Proyek Geotermal di Kampung Mereka

Warga adat Wae Sano menggelar ritual syukur di Puncak Golo Lampang, kampung leluhur mereka pada 26 September 2025. (Dokumentasi Sunspirit for Justice and Peace)

Perjalanan Taman Nasional Komodo: Diambil dari Warga Adat, Dikuasai Negara, Diobral ke Korporasi

Adriani Miming Setelah sebelumnya tertunda akibat tekanan dari masyarakat sipil dan peringatan dari UNESCO, Pemerintah Indonesia kembali melanjutkan upaya...

Pernyataan Sikap Masyarakat Adat Poco Leok Saat Upacara Bendera HUT RI ke 80

KOMUNITAS MASYARAKAT ADAT POCOLEOKMinggu, 17 Agustus 2025 Sehubungan dengan rencana perluasan pengembangan panas bumi Ulumbu di wilayah Pocoleok, kami...

Pulau Padar Bukan untuk Dijual! Cabut Konsesi Bisnis, Tegakkan KomitmenKonservasi

Tiga perusahaan yang sudah mengantongi izin di dalam Kawasan Taman Nasional Komodo