Floresa.co – Kantor Staf Presiden [KSP] telah meminta perusahan milik Pemerintah Provinsi NTT, PT Flobamor menunda kenaikan tarif di Taman Nasional [TN] Komodo sebelum penyelenggaraan ASEAN Summit di Labuan Bajo pekan depan.
Meski demikian, perusahaan itu mengaku tidak akan menaatinya sebelum ada surat resmi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK].
Permintaan penundaan itu disampaikan KSP dalam rapat pada Kamis, 4 Mei 2023, demikian pengakuan beberapa peserta yang ikut rapat itu kepada Floresa.
KSP juga menyatakan dalam pertemuan itu bahwa setelah ASEAN Summit, perusahaan itu perlu segera duduk bersama dengan para pihak untuk berdiskusi tentang kebijakannya.
Di samping itu, KSP juga meminta agar semua keputusan PT Flobamora harus disetujui terlebih dahulu oleh KLHK dan wajib ada Perjanjian Kerja Sama antarkedua lembaga, dengan memperhatian prinsip tata kelola yang baik.
Evodius Ginsomer, Ketua Asosiasi Perjalanan Wisata Indonesia [Asita) Manggarai Barat yang ikut dalam rapat itu mengatakan, “mendukung keputusan itu.”
“Kami bersyukur bahwa kebijakan ini dibatalkan, sehingga tidak terjadi kegaduhan, terutama menjelang ASEAN Summit,” katanya.
Ia juga mengatakan, pihaknya sebetulnya mengharapkan agar kebijakan itu tidak saja dibatalkan, tetapi PT Flobamor sebaiknya tidak perlu lagi terlibat dalam mengelola TN Komodo.
“PT Flobamor tidak siap. Dia tidak punya pengalaman apapun di bidang konservasi,” tambah Evodius yang mengikuti rapat itu lewat Zoom dari Labuan Bajo.
Ia menjelaskan, ini merupakan kontroversi kedua yang dilakukan oleh PT Flobamor setelah gagal menerapkan kebijakan tarif masuk 3.750.000 rupiah per orang pada tahun lalu karena protes yang luas dan dinyatakan oleh pemerintah pusat bertentangan dengan undang-undang dan peraturan lainnya.
Rapat itu yang khusus menangani isu strategis terkait pengeloaan TN Komodo diikuti oleh perwakilan sejumlah kementerian.
Selain KLHK adalah perwakilan dari Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi [Kemenko Marives], Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif [Kemenparekraf] dan Kementerian Dalam Negeri.
Sekretaris Daerah Provinsi NTT, Bupati Manggarai Barat dan Kepala Dinas Pariwisata dari unsur pemerintah daerah juga diundang. KSP juga melibatkan PT Flobamor, perwakilan dari lembaga agama Direktur Pusat Pastoral Keuskupan Ruteng dan dari Asita NTT dan Manggarai Barat.
Merespon keputusan KSP ini, Abner Esau Runpah Ataupah, Direktur Operasional PT Flobamor mengatakan PT Flobamor akan mengikuti instruksi penundaan ini setelah mendapatkan surat resmi dari KLHK selaku pihak yang berwenang dalam kawasan TN Komodo, mengingat sebelumnya mereka telah menandatangani Nota Kesepahaman atau MoU (Memorandum of Understanding) dengan kementerian itu.
“Artinya Flobamor menunggu surat resmi dari KLHK. Jika ada surat dari KLHK terkait pemberhentian sementara maka Flobamor akan mengikuti,” ujarnya seperti dilansir Pos Kupang.
Dalam kebijakan baru itu, dengan mengacu pada Izin Usaha Pemanfaatan Jasa Wisata Alam [IUPJWA] di Pulau Komodo, Pulau Padar dan sekitarnya, perusahaan itu menetapkan tarif baru untuk layanan wisata tertentu, yang membuat wisatawan tidak hanya membayar tiket masuk seperti yang berlaku sebelumnya.
Tarifnya beragam antara 250.000 sampai 500.000 ribu untuk turis lokal dan hampir dua kali lipat dari jumlah itu untuk turis mancanegara.
Untuk naturalist guide misalnya, dari sebelumnya dipatok Rp 120 ribu untuk lima wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, kini menjadi paling sedikit Rp 250 ribu per wisatawan domestik dan Rp 400 ribu per wisatawan mancanegara.
Pada 15 April, saat kebijakan itu hendak diterapkan, para wisatawan, operator tur dan warga lokal terlibat pertengkaran dengan petugas dari perusahaan itu.
Sementara itu, Ata Modo – penduduk asli Pulau Komodo – mengadakan aksi protes di depan kantor Balai Taman Nasional Komodo Komodo.