Wae Sano Ruang Hidup Kami: Hentikan Pemaksaan Proyek Geothermal

Siaran Pers MASYARAKAT ADAT WAE SANO  

26 Januari 2022

Di tengah penolakan warga atas rencana penambangan panas bumi (geothermal) di Wae Sano, pemerintah dan PT SMI/GeoDipa justru terus berupaya paksa dengan berbagai cara yang, semuanya berujung pada terpenuhinya prasyarat prosedural pemerintah dan perusahaan untuk mulai melakukan penambangan geothermal.

Pada Kamis, 20 januari 2020 lalu, misalnya, pemerintah dan PT SMI/GeoDipa menggelar acara “Lonto Leok” dalam rangka konsultasi publik terkait rencana penambangan panas bumi (geothermal) di kampung Lempe, Desa Wae Sano, Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat. Kegiatan yang sama dilakukan di tingkat Desa Wae Sano pada Selasa, 25 Januari 2022, yang difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat.

Siasat apa sesungguhnya yang sedang didesain pemerintah dan perusahaan di balik acara “lonto leok” tingkat kampung dan tingkat desa itu? Bagaimana tanggapan dan sikap  warga Wae Sano yang ruang hidupnya terancam proyek tambang panas bumi – atas siasat pemerintah dan perusahaan itu?

Tanggapan Warga Wae Sano

Kami, masyarakat lingkar danau Sano Nggoang yang terdiri dari warga di tiga kampung adat di Desa Wae Sano (Dasak, Nunang dan Lempe) dan satu kampung adat di Desa Pulau Nuncung (Kampung Lenda) ingin menyatakan sekali lagi ketegasan hati kami menolak rencana penambangan panas bumi dalam ruang hidup kami. Kami juga dengan tegas menolak siasat pemerintah dan perusahaan yang melakukan kegiatan konsultasi public yang memakai pendekatan adat Lonto Leok di kampung Lempe dan di Kantor Desa Wae Sano. Konsultasi publik, apalagi kalau memakai pendekatan adat Lonto Leok seharusnya mendengarkan warga, bukannya memaksakan kehendak kepada warga. Kami sudah menyatakan penolakan terhadap pengeboran panas bumi di dalam ruang hidup kami dengan berbagai cara: mulai dari siaran pers, unjuk rasa, hingga menulis surat penolakan kepada Bank Dunia dan kepada Presiden. Karena itu, acara Lento Leok, kami nilai sebagai siasat busuk dari pemerintah untuk terus memaksakan proyek geotermal Wae Sano. Ini bukan lagi konsultasi publik, melainkan pemaksaan publik.

Selain secara tegas menolak kegiatan Lonto Leok dengan segala rekomendasi yang dihasilkan, sebagai warga penolak kami juga perlu meluruskan kesesatan dalam cara berpikir pemerintah yang terus saja dipertontonkan kepada kami, termasuk dalam acara Lonto Leok di Kampung Lempe pada Kamis, 20 Januari 2022 dan pada Senin dan Selasa [24 – 25], Januari 2022 di Kampung Nunang. Bagi kami apa yang dikatakan oleh perwakilan pemerintah – Sekda (Sekretaris Daerah) Manggarai Barat dan Perwakilan Kantor Staf Presiden (KSP), Yando Zakaria – tidak berbasis data dan merugikan keberadaan kami sebagai masyarakat adat pemilik tanah adat. Karena itu, sebelum cara berpikir yang sesat itu terlanjur dipercaya publik, baiklah kepada publik kami perlu menyampaikan beberapa poin berikut. Perlu dicatat, poin-poin ini sudah terus kami sampaikan dalam berbagai kesempatan, hanya pemerintah dan perusahaan saja yang tidak pernah mau menggubris kami.

Pertama, terkait jumlah serta identitas warga penolak. Menurut Pemerintah, melalui Sekda Kabupaten Manggarai Barat, warga yang menolak hanya segelintir orang. Karena itu Pemerintah sangat menyesali sikap segelintir warga tersebut. Pada bagian yang lain Pemerintah juga mengklaim bahwa proyek geotermal Wae Sano telah disetujui oleh sebagian warga yang lain, di antaranya warga Kampung Ta’al. Bahkan diklaim bahwa  mereka mendesak Pemerintah untuk segera melanjutkan proyek tersebut. Kami tegaskan bahwa kami warga di tiga kampung adat (Nunang, Lempe dan Dasak), dan warga Kampung Lenda-Desa Pulau Nuncung  menolak titik-titik pengeboran di dalam ruang hidup kami (pemukiman, mata air, dan dalam kebun pencaharian kami). Merespon jumlah kami yang banyak sebagai warga penolak, serta dasar-dasar penolakan kami yang sangat kuat, kami menduga pemerintah terus melakukan upaya manipulasi dengan menggalang dukungan dari luar keempat kampung ini, termasuk Kampung Ta’al. Atas dasar itu, kami tegaskan bahwa dukungan warga di luar keempat kampung ini sangat berbeda dengan alasan penolakan kami, sebab pembangunan ini tidak merusak ruang hidup mereka. Kepada pemerintah dan perusahaan, kami sekali lagi tegaskan, jika anda benar-benar gentle hadapi sikap penolakan kami, warga 4 kampung yang terdampak langsung proyek geotermal ini.

Kedua, terkait dengan klaim bahwa alasan penolakan warga yang tidak jelas dan tidak rasional. Menanggapi penolakan dari warga Lempe, Pemerintah mengatakan bahwa alasan penolakan warga “tidak jelas serta tidak rasional”. Kalimat-kalimat seperti ini, terus dikeluarkan oleh pemerintah dan perusahaan, sampai kami bosan mendengarkannya. Menurut kami dasar-dasar penolakan kami justeru sudah sangat jelas dan rasional yaitu bahwa keseluruhan proyek pembangunan ini sangat membahayakan keutuhan ruang hidup kami. Cara pandang pemerintahlah yang tidak jelas dan tidak rasional. Sebab bagaimana mungkin Pemerintah mendukung sebuah proyek yang jelas-jelas mencelakakan warganya sendiri.

Ketiga, soal geotermal adalah energi yang ramah lingkungan. Pemerintah mengatakan bahwa energi geotermal sebagai energi yang ramah lingkungan, karena itu perlu didukung. Bagi kami pernyataan ini sangat asumtif dan tidak berbasis pada fakta serta dengan jelas menunjukkan kemalasan pemerintah untuk mendalami berbagai informasi tentang daya rusak energi geotermal. Walau kami tinggal di kampung, susah jaringan internet, tapi kami tetap rajin membaca dan berdiskusi dengan banyak pihak tentang dampak-dampak buruk proyek geotermal ini. Kami baca dari media, nonton di Youtube, proyek pengembangan geotermal di Kampung Mata Lako, Kabupaten Ngada misalnya, selain telah gagal total juga telah menimbulkan kerusakan yang sangat parah bagi lingkungan sekitar. Lokasi persawahan warga yang berjarak 2-3 KM tidak bisa digunakan lagi karena sumber airnya sudah kering. Bagaimana mungkin itu tetap dikatakan sebagai energi yang ramah lingkungan? Sebab itu, kami mengusulkan kepada Pemerintah, secara khusus Pemerintah Manggarai Barat untuk membuka diri terhadap pengetahuan dengan membaca banyak informasi, alih-alih percaya begitu saja pada propaganda para ahli yang mengklaim energi geotermal sebagai energi terbarukan.

Karena itu pada kesempatan ini, kami sekali lagi menegaskan penolakan kami terhadap proyek geotermal Wae Sano,  karena akan sangat berdampak buruk bagi ruang hidup kami. Yang kami maksudkan dengan ruang hidup adalah, kesatuan yang utuh tak terpisahkan antara pemukiman (golo lonto, mbaru kaeng, natas labar), kebun pencaharian (umat duat), sumber air (wae teku), pusat kehidupan adat (compang takung, mbaru gendang), kuburan (lepah boak) dan hutan dan danau (puar agu sano).

Narahubung:

  1. Warga Dasak: Yosefina Haul
  2. Warga Lempe: Eduardus Watumedang & Maria Frida
  3. Warga Nunang: Stef Abur

 

Publikasi Lainnya