Jakarta, 23 November 2020, Perwakilan Sunspirit for Justice and Peace, Venansius Haryanto, dan Perwakilan Warga Kampung Komodo, Akbar Alayubi, menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) tentang polemik pembangunan Jurrasic Park di Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo di Komisi IV DPR-RI. RDP ini dihadiri oleh perwakilan akademisi seperti perwakilan dari sejumlah Universitas antara lain Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Universitas Indonesia, Institut Pertanian Bogor; perwakilan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), perwakilan dari WWF dan dari Lembaga Komodo Surivival Program.
Pada Rapat Dengar Pendapat ini, perwakilan Sunspirit dan warga Komodo meminta atensi anggota DPR Komisi IV atas lima inti masalah terkait Pariwisata Super Premium di Komodo yang berkaitan erat dengan konservasi, keberlanjutan ekonomi pariwisata dan hak-hak masyarakat setempat, secara khusus masyarakat Kampung Komodo.
Pertama, terkait dengan pembangunan sarana dan prasarana pariwisata super premium yang bersumber dari APBN seperti Geopark/Jurrasic Park/Sarana-Prasarana di Kawasan Loh Buaya Pulau Rinca, dermaga dan kuliner kelas premium di Pulau Padar, Mooring Boy, hellipad helikopter, pemasangan jaringan dan kabel bawah laut, pembangkit listrik tenaga diesel, dll. Kami meminta designnya direvisi dan dikaji ulang dengan melibatkan ahli dan mengukur dampak lingkungannya. Para ahli Komodo (Jones et.al.2020) menunjukkan bahwa Pulau Rinca dan Pulau Komodo adalah tempat perlindungan aman (safe havens) bagi Komodo dari ancaman kepunahan akibat pemanansan global. Mengapa justru Pemerintah merombak safe havens itu dengan pembangunan serampangan yang membawa masuk polusi?
Kedua, terkait dengan investasi swasta dan BUMN untuk bisnis resort, kuliner, dan jasa wisata lainnya di lokasi2 strategis P Padar, Rinca, Komodo dan Tatawa dengan total luas 472 hektar (seperti dalam peta terlampir). Kami meminta DPR untuk mendesak Pemerintah mencabut izin yang sudah dikeluarkan dan menghentikan proses pemberian izin baru. Apa kontribusi resort ini bagi konservasi dan bagi pariwisata alam? TN Komodo adalah kawasan konservasi, bukan ruang investasi. Komodo bertahan hidup karena alam, bukan karena saham.
Ketiga, terkait dengan desain wisata eksklusif super premium berbayar 1000 dollar untuk Pulau Komodo dan wisata massal (mass tourism) untuk Pulau Rinca. Sebagai bagian dari rencana itu, Pemerintah NTT tahun 2019 hendak merelokasi warga Komodo ke pulau lain dan tahun 2020 ini mengumumkan akan memindahkan UMKM di Loh Liang P Komodo ke Loh Buaya Pulau Rinca. Kami meminta DPR untuk mendesak pemerintah menghentikan rencana ini.
Untuk diketahui tanah di Loh Liang itu adalah kebun adat Ata Modo yang diambil oleh pemerintah sejak tahun 1965-1980 dengan alasan konservasi. Atas nama wisata ekslusif, 151,94 hektar tanah itu diserahkan ke PT KWE, lalu warga Komodo dipindahkan ke P Rinca. Kami minta DPR untuk menghentikan ketidakadilan ini.
Keempat, terkait dengan pengakuan akan kebudayaan dan hak agraria Ata Modo. Kami adalah suku bangsa yang sah yang sudah menghuni Tana Modo sejak ribuan tahun, sebelum penetapan Taman Nasional. Kami meminta pengakuan hak agraria dan hak kebudayaan kami. Tidak ada alam Komodo tanpa kebudayaan Ata Modo. Kami meminta DPR untuk mendirikan community center Kebudayaan Suku Modo di Pulau Komodo yang dipadukan dengan kunjungan wisata alam.
Kelima, kami meminta DPR untuk mendesak KLHK untuk memperkuat konservasi dan pariwisata berbasis alam dan komunitas. Secara konkret kami meminta DPR untuk mendesak KLHK menaikkan anggaran BTNK yg saat ini hanya 20 milyard per tahun (lebih kecil dari APBN untuk pembangunan trotoar di Labuan Bajo) menjadi 5x lipat (100 milyard). Termasuk dalam anggaran itu adalah peningkatan kualitas penelitaian dan pemberian beasiwsa untuk putra daerah menjadi ahli Komodo di jenjang S1,S2, dan S3. Saat ini belum ada putra daerah yang menjadi ahli Komodo. Untuk itu, kami juga meminta perhatian pada pendidikan dasar dan menengah di Komodo, termasuk pendirian SMA yang saat ini masih dihalangi.
Sekali lagi kami tegaskan 5 hal ini:
- Revisi pembangunan infrastruktur yang serampangan di habitat Komodo.
- Cabut izin semua perusahaan di dalam habitat Komodo; semua hotel dan resort cukup di luar kawasan.
- Jangan singkirkan warga Komodo demi investasi.
- Hormati hak-hak agraria dan kebudayaan Ata Modo.
- Perkuat upaya-upaya konservasi, dengan tingkatkan anggaran BTNK, beasiswa pendidikan menjadi ahli Komodo bagi putra daerah, dan memperhatikan pendidikan warga di dalam kawasan.
Komodo Warisan Dunia, Kebanggaan Indonesia, Kesayangan NTT, dan “saudara kembar” Orang Komodo. Mari kita jaga dan lestarikan.
Rekaman lengkap RDP ini dapat disaksikan melalui link berikut:
https://www.youtube.com/watch?v=M78Po4ln7Ms