Pernyataan Sikap Garda Pemuda Komodo

Kami Garda Pemuda Komodo sebagai pewaris dan penjaga hidup alam dan manusia di kawasan Komodo dengan ini menegaskan tanggung jawab dan hak kami terhadap keutuhan hidup di Taman Nasional Komodo.

Kami menegaskan bahwa kami menolak privatisasi kawasan Taman Nasional Komodo dalam bentuk operasi bisnis PT Komodo Wildlife Ecotourisme (PT. KWE) di Pulau Padar dan Pulau Komodo. Pertimbangan penolakan adalah sebagai berikut:

  1. Upaya privatisasi di dalam kawasan konservasi adalah tindakan yang mencederai nilai-nilai konservasi dan mengancam kepunahan Komodo dan satwa lainnya baik di darat maupun di laut.
  2. Branding dan ikon pariwisata komodo yang berbasis pada kutuhan dan keindahan alam akan terganggu dengan kehadiran bangunan-bangunan fisik dan kegiatan pihak perusahaan.
  3. Keberadaan investasi PT. Komodo Wildlife Ecotourim justru membuka peluang besar bagi kehadiran perusahaan-perusahaan lain dari kelompok bisnis yang sama atau yang lainnya.
  4. Masyarakat Komodo tetap berkomitmen menjaga Kawasan Taman Nasional Komodo sebagai kawasan konservasi yang harus dijaga demi kelestarian kehidupan dan demi pariwisata bangsa dan negara Indonesia yang berkelanjutan.
  5. Pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), termasuk di dalamnya Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) sebagai mitra kami dalam menjaga keutuhan Taman Nasional Komodo selama ini belum pernah mendatangi kami untuk berbicara tentang privatisasi atau kehadian perusahaan PT KWE. Mereka juga sampai sejauh ini belum pernah mengeluarkan pernyataan publik terkait izin PT. Komodo Wildlife Ecotourim.  Padahal, KLHK pernah menghentikan operasi perusahaan ini melalui surat keputusan 975/T.17/RI/KSA/8/2018 sebagai respons atas penolakan masyarakat sipil waktu itu.

Terkait tindakan PT KWE yang melakukan sosialisasi di Kampung Komodo pada 12 Januari 2020 yang menghadirkan sebagian warga Komodo, kami menyatakan sikap sebagai berikut:

  1. Kedatangan sosialisasi PT. Komodo Wildlife Ecotourim di tanggal 12 Januari 2020 dengan sebagian masyarakat Komodo tanpa perwakilan pihak KLHK dan Pihak Taman Nasional Komodo sebagai pihak otoritas wilayah adalah bentuk pengabaian dan pelecahan terhadap Negara dan kami Masyarakat Komodo sebagai tuan tanah atau pemilik ulayat atas tanah.
  2. Kesepakatan sementara antara PT. Komodo Wildlife Ecotourim dan beberapa tokoh di tanggal 12 Januari 2020 bukan menjadi kesepakatan resmi dan tidak didasarkan pada free, prior and informed consent (hak masyarakat untuk menyatakan Ya atau Tidak tanpa paksaan setelah sebelumnya mendapat informasi yang lengkap)

Selanjutnya kami menuntuk KLKH untuk menyelesaikan konflik agraria terkait tanah dan ruang hidup masyarakat Komodo. Untuk itu Kami menegaskan lagi Enam (6) tuntutan masyarakat komodo yang selalu kami sampaikan kepada Pemerintah Indonesia:

  1. Pemenuhan hak-hak agraria warga komodo sebagai warga Negara Indonesia, yaitu pengakuan legal dan sertifikat atas tanah dan rumah milik kami di pulau komodo.
  2. Pengakuan pemerintah republic Indonesia mulai dari pusat sampai daerah antara status kawasan komodo sebagai “ Man and Biosphere Heritage” dan “ Cultural and Natural Reserve” sebagaimana yang sudah dilakukan oleh Badan PBB UNIESCO
  3. KLHK untuk mengembalikan sebagian dari wilayah daratan dan lautan untuk ruang pemukiman dan ruang penghidupan yang layak bagi warga komodo.
  4. KLHK dan Kementerian Pariwisata untuk mengakui dan menfasilitasi peran aktif warga komodo dalam usaha-usaha konservasi dan pariwisata.
  5. Pemerintah untuk memperhatikan pembangunan untuk masyarakat, seperti perbaikan pelayanan kesehatan dengan menempatkan bukan bidan/perawat, tetapi juga dokter tetap untuk melayani warga dan pengunjung komodo. Dan perbaikan sarana dan prasarana trasportasi seperti dermaga yang layak serta subsidi transportasi laut untuk warga. Perbaikan layanan pendidikan, termasuk penambahan sekolah SMA/SMK dan guru-guru PNS.

 

Februari 2020

Publikasi Lainnya