OLEH: VENANSIUS HARYANTO
Tanpa perlu promosi besar-besaran, apalagi dengan kucuran anggaran yang banyak, pariwisata di Labuan Bajo-Flores sebenarnya sudah diuntungkan dengan pengakuan dunia internasional melalui UNESCO atas status Taman Nasional Komodo (TNK) sebagai situs warisan dunia (the world herritage site) pada tahun 1991.
Status ini disandang TNK karena berhasil memenuhi dua kriteria yaitu kriteria ke-7 lanskap alam yang indah dan kriteria ke-10 sebagai habitat alami satwa unik bernama Varanus komodoensis. Status ini diperteguh lagi melalui pengakuan New7Wonders Foundation pada tahun 2012 atas TNK sebagai salah satu dari New Seven Wonders of Nature.
Menariknya, gelar-gelar yang diakui publik internasional inilah yang menjadi garansi utama moncernya pariwisata Labuan Bajo-Flores hari-hari ini. Wisatawan, mulai dari kelas premium hingga menengah ke bawah, datang untuk menyaksikan pesona wisata alam (nature based tourism) di Taman Nasional Komodo.
Karakter Destinasi
Dari segi karakter destinasi, nature based tourism dalam kawasan TNK menyajikan keindahan destinasi wisata laut (marine tourism) dan darat (land tourism) kepada setiap wisatawan yang berkunjung. Selain datang melihat dari dekat habitat alami binatang Komodo, wisatawan yang berkunjung ke TNK juga dapat menikmati atraksi wisata laut seperti menikmati pesona keindahan pantai, melakukan aktivitas snorkelling dan dive pada hampir 50-an dive site.
Sementara di daratan, wisatawan disuguhkan dengan beberapa atraksi wisata seperti hiking di Loh Buaya dan Long Liang, bird watching di Pulau Komodo dan Pulau Rinca, herping di Pulau Komodo dan Pulau Rinca dan trekking di hampir semua Pulau.
Sementara dari segi length of stay, perjalanan wisata ke Taman Nasional Komodo dibagi menjadi fullday trip dan live abord/overnight. Untuk wisatawan overnight, mereka dapat menginap di kapal wisata atau homestay milik warga di Kampung Komodo dan Kampung Rinca. Di Pulau Komodo terdapat kurang lebih 16 homestay milik warga yang selama ini sering dimanfaatkan para wisatawan.
Wisatawan juga dapat menginap di resort-resort mewah yang tersebar di beberapa Pulau di luar kawasan Taman Nasional Komodo seperti Sudamala Resort di Pulau Seraya, Angel Island Eco Resort di Pulau Bidadari, the Seraya di Pulau Seraya Kecil, Le Pirate Island di Pulau Sabolo, Xpirates Dive Camp di Pulau Sebayur, Kanawa Island Resort di Pulau Kanawa dan Komodo Resort di Pulau Sebayur.
Rantai Ekonomi
Pariwisata berbasis alam dalam kawasan Taman Nasional Komodo, telah membentuk rantai ekonomi (economic linkage) bagi penduduk setempat. Data yang dirilis oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kunjungan wisatawan ke TNK dalam beberapa tahun terakhir memperlihatkan trend yang terus meningkat. Pada tahun 2014 sebanyak 80.626 orang, 2015 sebanyak 95.410 orang, tahun 2016 sebanyak 107.711, tahun 2017 sebanyak 125.069 orang dan tahun 2018 sebanyak 159.217 orang.
Kunjungan wisatawan yang banyak ini juga berefek pada peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari pungutan tiket masuk wisatawan ke dalam TNK. Untuk tahun 2014 sebesar Rp5,4 miliar, tahun 2015 sebesar Rp19,20 miliar, tahun 2016 sebesar Rp22,80 miliar, tahun 2017 sebesar Rp29,10 miliar, dan tahun 2018 sebesar Rp33,16 miliar.
Tak hanya itu, nature based tourism TNK juga mengalirkan keuntungan bagi pelaku wisata di Kota Labuan Bajo dan sekitarnya. Menariknya rantai ekonomi yang terbentuk cukup banyak berkontribusi bagi masyarakat lokal yang dominan mengembangkan usaha-usaha pariwiasta berskala kecil, jauh dari kategori premium.
Data yang dirilis oleh Dinas Kabupaten Manggarai Barat (2018) mencatat bahwa di Labuan Bajo sekarang ini terdapat kurang lebih 80 hotel (15 hotel berbintang, 1 hotel non bintang, 3 hostel, 45 melati, 8 penginapan, 6 Losmen, 1 P. Wisata dan 1 perkemahan). Juga terdapat 59 biro perjalanan, 16 travel agent dan 7 Informasi pariwisata yang menjual paket perjalanan wisata menuju Taman Nasional Komodo. Perjalanan wisata ke Taman Nasional Komodo juga menciptakan lapangan kerja bagi lebih dari 100 orang pemandu wisata.
Sementara, dari segi aksesilibitas, wisatawan yang berkunjung ke Labuan Bajo juga memanfaatkan jasa dari kurang lebih 300 taksi bandara. Perjalanan wisata ke Taman Nasional Komodo telah membuka kesempatan kerja bagi lebih dari 300 kapal wisata yang meperkerjakan kurang lebih 3000 karyawan.
Masyarakat dalam kawasan Taman Nasional Komodo juga tak ketinggalan, pelan-pelan merasakan dampak ekonomi dari kehadiran pariwisata dengan mengembangkan pariwisata komunitas berbasis konservasi.
Di Kampung Komodo terdapat 144 orang penjual souvenir, 65 orang pengrajin patung, 26 orang naturalist guide dan 13 orang yang membuka jasa homestay. Belum terhitung masyarakat yang membuka usaha warung yang banyak terpusat di Kampung Komodo.
Sementara di Kampung Rinca, walaupun belum semaju di Kampung Komodo, satu tahun belakangan mereka telah membentuk Pokdarwis, mengelola beberapa spot wisatawan alam (gua kalong, batu balok, pulau Kalong) dalam bingkai pariwisata berbasis komunitas.
Wisata Premium
Hari-hari ini Pemerintah gencar mengagendakan apa yang disebut dengan wisata premium. Agenda ini merupakan tindak lanjut dari predikat Labuan Bajo sebagai destinasi super prioritas yang telah ditetapkan oleh Presiden Jokowi pada tahun 2019 ini.
Desain wisata premium ini dilakukan dengan cara mengubah destinasi dalam kawasan Taman Nasional Komodo hingga memenuhi ekspektasi wisatawan kelas premium. Pulau Komodo akan dikelola dengan mengambil model Taman Safari di Afrika, dan tiketnya dibanderoli harga sebesar 14 juta rupiah. Kata Menko Investasi dan Kemaritiman, Pulau Komodo akan dikelola oleh organisasi filantropi dari Amerika Serikat. Sementara Pulau Rinca akan dikelola layaknya juraisic park di Afrika.
Utak-atik destinasi dalam kawasan TNK hingga menjadi apa yang disebut dengan destinasi pariwisata berkelas dunia juga akan dilakukan dengan jalan investasi melalui IPPA (Izin Pengusahaan Pariwisata Alam). Untuk itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) selaku otoritas pusat yang membawahi seluruh Taman Nasional di Indonesia telah menerbitkan sebuah Permen pada tahun 2019 yang memberi karpet merah bagi perusahaan-perusahaan yang hendak berinvestasi melalui IPPA dalam kawasan Taman Nasional.
Melalui IPPA, perusahaan-perusahaan diizinkan untuk membangun resort-resort pada zona pemanfaatan dalam kawasan Taman Nasional Komodo.
Desain wisata premium ini tentu akan memberi signal buruk bagi keberlanjutan pariwisata di Labuan Bajo secara khusus dan Flores secara umum. Tidak hanya berdampak buruk bagi berubahnya image destinasi TNK di mata publik internasional, desain wisata premium juga ini juga berpotensi besar mematikan distribusi aliran keuntungan pariwisata bagi usaha-usaha kelas menengah ke bawah dari masyarakat lokal.
Sampai pada titik ini, sebagai publik kita akhirnya ragu. Apakah perhatian pemerintah yang begitu tinggi untuk pembangunan pariwisata di Labuan Bajo-Flores, sungguh didorong oleh niat yang luhur untuk menyejahterakan masyarakat, atau hanya untuk memfasilitasi kepentingan segelintir orang yang memanfaatkan kekuasaan untuk mendapatkan akses atas tanah, air, udara dan pantai di Labuan Bajo dan Flores.
Tulisan ini pernah dipublikasikan di Voxntt.com. Kembali dimuat di sini untuk kepentingan pendidikan.
***