SSP-LBJ, Para pelaku wisata di Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) yang tergabung dalam Asosiasi Angkutan Kapal Wisata (ASKAWI) sementara ini sedang dihadapkan pada dua persoalan serius yakni selain berhadapan dengan pihak swasta yang sedang memonopoli bisnis usaha jasa kapal wisata juga berhadapan dengan pemerintah melalui ASDP yang terkesan turut serta melakukan monopoli yang sama. Seperti diketahui, pemerintah melalui PT. ASDP Indonesia Ferry akan mengoperasikan kapal wisata berkapasitas 84 penumpang di Labuan Bajo dengan harga yang jauh di bawah standar. “Kalau monopoli bisnis dilakukan, bagaimana dengan pengembangan ekonomi kerakyatan. Ini yang kami bingung dengan pemerintah pusat ini,” kata Ketua Askawi Manggarai Barat, Ahyar Abadi seperti dilansir pos-kupang.com (2018/10/10/)
FAKTA KMP. KOMODO
KMP Komodo adalah kapal wisata milik PT (Persero) ASDP Indonesia Ferry. KMP Komodo dikhususkan untuk wisatawan yang berwisata di Taman Nasional Komodo (TNK) dan destinasi wisata lainnya di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
Kapal Motor Penyeberangan (KMP) Komodo ini berbobot 200 Gross Tonase sedianya akan melayari destinasi wisata di daerah itu mulai beroperasi pada Oktober 2018 ini, dengan lintasan pelayaran mencakup tiga objek wisata andalan di Labuan Bajo yakni Pulau Padar, Pulau Komodo, dan Pink Beach.
Kapal dengan daya tampung 84 penumpang dan dilengkapi fasilitas ruang karaoke, minibar, smoking area di louvre, tempat berjemur, reclining seat, dan lazy chair ini harga tiketnya terbilang murah, yakni Rp. 170.000 per wisatawan. Wisatawan yang dimaksud adalah masyarakat kalangan menengah ke bawah baik domestik maupun internasional.
PENOLAKAN DAN TUTUTAN ASKAWI
Pada Kamis, 15 Maret 2018 puluhan nelayan yang beralih profesi menjadi pelaku wisata yang tergabung dalam Asosiasi Angkutan Kapal Wisata (Askawi) mendatangi Bupati Manggarai Barat, Agustinus Ch Dula. Pada ketika itu, di ruang kerja bupati, para pelaku wisata yang menggantungkan hidupnya dari usaha jasa wisata ini menyampaikan masalah terkait banyaknya kapal wisata dari luar Labuan Bajo yang menjual harga paket wisata dengan sangat murah bahkan di bawah standar.
Bagi puluhan pelaku wisata lokal ini, semakin banyaknya kapal wisata dari luar yang tidak terkontrol dengan harga di bawah standar sudah sangat meresahkan mereka, selain karena tidak dikontrol keluar masuk Labuan Bajo juga bebas beroperasi. Bagi para pelaku wisata lokal, jika fakta ini dibiarkan dan tidak ditangani serius oleh pemerintah maka bisa dipastikan akan menyingkirkan kapal wisata lokal.
Pada ketika itu pula, kemudian disepakati agar Askawi dapat menjadi mitra pemerintah daerah dalam mengontrol dan mengawasi kapal-kapal wisata di Labuan Bajo. Ketua Asosiasi Angkutan Kapal Wisata Mabar, Ahyar Abadi mengatakan Askawi diberi kewenangan selaku mitra Pemkab Mabar untuk bisa berperan mengatur, mengawal dan mengawasi semua kapal-kapal wisata baik yang berbasis di Labuan Bajo maupun yang langsung dari luar.
“Persoalan terkini di kapal angkutan wisata di Labuan Bajo yaitu adanya potensi konflik karena tidak sedikit kapal kapal baru dari luar yang menjual harga paket sangat murah,” ujar Ahyar ketika itu.
Namun, belum tuntas persoalan tersebut diselesaikan. Pemerintah pusat melalui PT. ASDP yang diberikan kewenangan mengelola Marina Labuan Bajo justru berencana akan mengoperasikan ferry wisata. Ferry dengan nama KMP Komodo dengan kapasitas 84 penumpang ini akan beroperasi di perairan Labuan Bajo. Fery cepat tersebut disebut akan melayani rute Labuan Bajo – Pulau Padar, Pulau Komodo dan Pink Beach.
Bagi Askawi, kehadiran KMP Komodo bukan hanya akan memperumit advokasi yang sudah sedang berjalan, tetapi juga turut serta menyingkirkan para pelaku wisata lokal. Atas latar tersebut, dengan tegas Askawi menolak rencana kehadiran KMP Komodo beroperasi di Labuan Bajo.
Ketua Askawi Mabar, Ahyar Abadi seperti dilansir VN Senin (8/10) mengatakan kapal fery tersebut dinilai akan mengancam pendapatan kapal wisata milik penduduk lokal yang selama ini beroperasi di perairan Labuan Bajo. “Kami menolak rencana pengoperasian KMP Komodo milik PT. ASDP Indonesia di Labuan Bajo. Kehadiran kapal ini akan mematikan usaha kapal wisata masyarakat kecil di Labuan Bajo,” tegas Ahyar.
Lanjutnya, dalam waktu dekat, Askawi Mabar bersama elemen lain di Labuan Bajo akan melakukan aksi demonstrasi penolakan kapal fery tersebut. “Yang tidak berpihak kepada masyarakat tentu kami akan lawan. Kehadiran KMP Komodo sangat mengancam usaha kapal wisata masyarakat pesisir Labuan Bajo,” ujarnya.
Seharusnya, menurut Askawi, pemerintah pusat melalui PT. ASDP Indonesia Ferry memberi ruang untuk pengembangan kapal wisata lokal, dengan memberikan penguatan-penguatan baik fasilitas kapal maupun sumber daya manusia pengelola, bukan sebaliknya dengan mendatangkan kapal baru.
“Kalau monopoli bisnis dilakukan, bagaimana dengan pengembangan ekonomi kerayatan,” tegas Ahyar. Pemerintah Pusat kata dia segera meminta PT ASDP untuk tidak melanjutkan rencana tersebut.
Rekomendasi pembatalan itu dilatari oleh tiga hal yakni, pertama, penggunaan kapal feri untuk melayani wisatawan di Labuan Bajo akan mematikan pengusaha-pengusaha kapal wisata lokal di Labuan Bajo. Kedua, penggunaan kapal itu akan menimbulkan konflik antara pengusaha kapal wisata lokal dengan pemerintah, terutama dengan ASDP. Ketiga, penggunaan kapal feri itu oleh PT ASDP merupakan bentuk monopoli bisnis yang mematikan usaha kapal wisata dari masyarakat lokal.
ARGUMENTASI PEMERINTAH MELALUI PT. ASDP INDONESIA FERRY
General Manager (GM) PT ASDP Sape yang menangani Labuan Bajo, Yasin, seperti dilansir pos-kupang (2018/10/10) mengatakan kehadiran KMP Komodo dimaksudkan untuk mempermudah konektivitas transportasi laut dari Labuan Bajo ke beberapa pulau kecil yang menjadi obyek wisata di Flores Barat itu. “Ini juga karena ada permintaan dari Pemerintah Pusat untuk konektivitas transportasi di Labuan Bajo. Itu karena pariwisata Labuan Bajo bukan lagi masuk 10 besar tetapi 4 besar,” jelas Yasin.
“Kami ingin menambah market kunjungan wisata. Kami juga bekerja sama dengan sejumlah agen travel di luar sehingga kami tidak mengambil market yang sudah ada,” lanjut Yasin.
PT ASDP kata dia tidak semata-mata mencari keuntungan tetapi untuk memperhatikan keberadaan masyarakat yang butuh dilayani untuk mempermudah konektivitas transportasi. Sejumlah destinasi wisata di Indonesia kata dia semuanya mendapat perhatian dari PT ASDP, seperti Mandalika, Raja Ampat, Samosir dan yang lainnya.
Perihal yang sama dijelaskan Direktur PT (Persero) ASDP Indonesia Ferry, Ira Puspitadewi. Sebagaimana dilansir dari mediaindonesia.com ( 05 Sep 2018) bahwa tujuan kehadiran KMP Komodo untuk melayani transportasi wisata kalangan menengah ke bawah baik domestik maupun internasional.
“Tujuan dibangunnya kapal ini untuk menyiapkan opsi transportasi kepada masyarakat kalangan menengah ke bawah baik domestik maupun internasional, sebagai transportasi untuk masyarakat yang tinggal di kepulauan-kepulauan di Manggarai Barat, dan membuka pasar kunjungan wisata,” jelasnya.
Kapal dengan daya tampung 84 penumpang yang dilengkapi dengan fasilitas ruang karaoke, minibar, smoking area di louvre, tempat berjemur, reclining seat, dan lazy chair menurutnya akan dikelola dengan model pengelolaan tersendiri yakni memiliki pasarnya sendiri, tidak merebut pasar yang sudah ada. Menurutnya, dengan pola operasi kapal yang berbeda ini, diharapkan KMP Komodo menjadi alternatif transportasi wisatawan di Labuan Bajo.
“KMP Komodo akan beroperasi setiap hari dan dalam setiap objek wisata kapal akan menunggu pada waktu tertentu dan wisatawan bisa naik ke kapal kembali dan menuju objek wisata selanjutnya. Sehingga dalam satu hari wisatawan dapat menikmati tiga objek wisata sekaligus dengan KMP Komodo,” ujarnya. (kbs)