SSP-LBJ, Menanggapi penolakan masyarakat luas atas pembangunan sentral bisnis pariwistata di dalam Taman Nasional Komodo oleh PT. SKL dan PT KWE, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengeluarkan siaran pers dengan nomor : SP. 436 /HUMAS/PP/HMS.3/08/2018 pada Kamis, 9 Agustus 2018. Melalui siaran pers itu pihak KLHK secara tidak langsung telah mengakui dirinya sebagai pihak yang paling bertanggungjawab untuk beroperasinya dua perusahaan itu. Sekaligus dalam siaran pers itu KLHK melakukan pembohongan publik.
Siaran Pers Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) by Sunspirit Rumah Baku Peduli on Scribd
Menanggapi siaran pers tersebut, Forum Masyarakat Penyelamat Pariwisata Manggarai Barat (Formapp) melalui dalam pernyataan sikap yang dikeluarkan pada 9 Agustus 2018, memberikan tanggapan sebagai berikut:
Pertama, pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Sarana Wisata Alam (IUPSWA) oleh KLHK kepada PT. SKL di Pulau Rinca dan PT. KWE di Pulau Komodo adalah perbuatan tercela yang merusak kelestarian Taman Nasional Komodo untuk jangka panjang.
KLHK mengatakan bahwa “Dalam pengembangan wisata alam di taman nasional, tentu diperlukan bangunan sarana dan prasarana untuk mendukung kunjungan wisatawan, seperti toilet, tempat makan, dan lain-lain.”
Namun, kenyataannya yang sedang dibangun oleh PTK SKL di Pulau Rinca adalah: 10 unit vila double deck (dua bedroom), 7 unit villa double deck (satu bedroom), 2 unit penginapan masing-masing 8 kamar, 3 unit restaurant, serta fasilitas-fasilitas penunjangnya. PT. SKL ini telah diberikan IUPSWA di Pulau Rinca seluas 22,1 Ha dengan area bangunan sarana-dan prasarana seluas 2,21 Ha. Sementara itu, PT. KWE diberi IUPSWA di Pulau Komodo dan Pulau Padar seluas 426,07 Ha, terdiri atas 274,13 Ha di Pulau Padar 151,94 Ha di Pulau Komodo, dengan total areal pembangunan sarana dan prasarana seluas 42,6 Ha. Pembangunan hotel atau resort macam ini mengganggu habitat alami komodo dan merusak TNK sebagai kawasan konservasi, dan tidak sesuai dengan prinsip pembangunan pariwisata yang selaras alam.
Kedua, dari segi manfaat bagi ekonomi masyarakat, Formapp Mabar menegaskan bahwa pembangunan sentra bisnis di dalam taman nasional Komodo tidak memberi manfaat bagi masyarakat. KLKH mengatakan bahwa “pengembangan pariwisata alam diperbolehkan, tapi … harus melibatkan masyarakat sekitar”. Dalam kenyataannya, jangankan dilibatkan, pemberian izin ini pun tidak melalui konsultasi public kepada masyarakat setempat di dalam kawasan serta masyarakat di Manggarai Barat pada umumnya.
Ketiga, Formapp Mabar tetap menolak segala bentuk pembangunan sentral bisnis pariwisata di dalam Taman Nasional Komodo, karena mengganggu habitat asli Komodo dan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip konservasi dan pariwisata berkelanjutan. Formapp berpendapat bahwa seluruh hotel, villa, resort, restaurant dll, dibangun di luar kawasan taman nasional. Sementara seluruh lingkungan TNK tetap dibiarkan alami.
Keempat, akhirnya Formapp menuntut Pemerintah Republik Indonesia untuk segera mencabut Izin Usaha yang sudah dikeluarkan dan menghentikan segala bentuk pembangunan yang merusak kawasan Komodo. Sekaligus menuntut satu proses audit atas proses dikeluarkannya izin-izin tersebut.
Pernyataan Sikap Formapp Mabar yang disampaikan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI by Sunspirit Rumah Baku Peduli on Scribd