*) kbs
Aksi penolakan warga dalam Kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) secara khusus dan warga Manggarai Barat pada umumnya terkait Realisasi Proyek Usaha jasa dan sarana wisata alam oleh PT. Segara Komodo Lestari di Loh Buaya Pulau Rinca dan PT. Komodo Wildlife Ecotourism di Pulau Padar dan Loh Liang Pulau Komodo bukan tanpa alasan. Alasan utama penolakan warga adalah terkait asas manfaat terhadap masyarakat lokal selanjutnya adalah dampaknya terhadap keberlanjutan konservasi.
Berikut saya mencoba merangkum ragam alasan penolakan warga dalam lima poin, termasuk dua alasan utama yang sudah disebutkan di atas.
Pertama, penguasaan (pengelolaan) pihak swasta atas titik-titik strategis dalam kawasan Taman Nasional Komodo tidak membawa manfaat apa-apa terhadap masyarakat dalam kawasan dan untuk Manggarai Barat secara umum. Masalah yang muncul justru terjadi pencaplokan sumber daya publik dan privatisasi atas lahan (pulau) dalam kawasan TNK.
Pengalaman buruk pernah terjadi. Pada 2003 sampai dengan 2012 Taman Nasional Komodo pernah dikelola oleh PT. Putri Naga Komodo. Dengan mengantongi SK Kemenhut No. 195/Menhut – II/2004 tanggal 9 September 2003, PT Putri Naga Komodo diberikan Ijin untuk Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) selama 30 tahun terhitung sejak 2004 s/d 2034. PT. PNK merupakan joint-venture (perusahaan kerjasama) antara PT. Jayatsa Putrindo, (kepunyaan seorang pengusaha bernama Feisol Hasil yang juga pemilik Alam Kul-Kul) dan perusahaan lain yang menyertainya adalah The Nature Conservancy (TNC).
Namun setelah 10 tahun beroperasi, perusahaan ini kemudian bubar tanpa ada pertanggungjawaban publik yang jelas. Yang muncul ke publik justru konflik antara perusahaan dan Departemen Keuangan terkait dana konservasi sejumlah 16 milyard rupiah. Tidak hanya itu, pada Mei 2015 beredar luas berita yang menunjukkan adanya pengklaiman atas pulau Mawan oleh Alam Kul Kul. Pulau Mawan adalah salah satu pulau yang terletak dalam kawasan Taman Nasional Komodo.
Kedua, kehadiran pihak swasta dalam pengelolaan kawasan strategis Taman Nasional Komodo akan menambah beban penderitaan bagi masyarakat dalam kawasan dan juga para pelaku usaha wisata lokal.
Seperti diketahui izin usaha yang diberikan kepada pihak swasta adalah izin usaha jasa dan sarana pariwisata alam, dimana pihak swasta tidak hanya akan merealisasikan proyek fisik seperti pengadaan villa dan menyediakan jasa pramuwisata tetapi juga akses terhadap jalur-jalur wisata akan dikontrol secara ketat. Jika ini yang terjadi maka ragam usaha masyarakat setempat seperti homestay, penginapan, kapal wisata dan naturalis guide akan tersingkir dengan sendirinya.
Sebagai referensi pembanding (contoh-contoh kasus) dapat diakses dalam dua laporan ini, yakni laporan dengan judul Narasi-Narasi Dari Rinca atau Ironi Pembangunan Dalam Kawasan Taman Nasional Komodo dan atau Hidup dan Penghidupan Dalam Kawasan Taman Nasional Komodo
Ketiga, realisasi proyek fisik seperti villa, homestay dan tempat publik fisik lainnya dalam kawasan taman Nasional Komodo akan membawa dampak buruk pada keberlanjutan kealamiahan kawasan Taman Nasional Komodo. Ruang hidup dan penghidupan (habitat) satwa komodo dan hewan lainnya akan terganggu. Siklus dan rantai eksosistem alamiah akan rusak. Suasana alam yang liar akan menjadi bising dan tidak terelakkan akan menyebabkan polusi (tanah dan udara).
Keempat, dalam tataran kebijakan dan regulasi, terkesan, Pemerintah Pusat melalui Balai Taman Nasional Komodo dan Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Barat tidak berpihak pada masyarakat dalam kawasan Taman Nasional Komodo. Dalam melalui instrumen hukum yang dibuat, pemerintah meloloskan dan membiarkan pihak swasta untuk bukan hanya mengelola kawasan strategis tetapi juga merebut ruang kepemilikan, akses, dan manfaat pembangunan pariwisata. Sementara di sisi lain, ruang hidup dan penghidupan warga dibatasi dan dimarjinalisir. Dalam jeratan kebijakan konservasi, warga dalam kawasan taman nasional komodo bukan hanya dilarang untuk mengembangkan potensi sumber daya alam yang ada (mendirikan sekolah, melaut dan membuka akses jalan), tetapi bahkan secara sistematis menyingkirkan warga dalam kawasan itu sendiri.
Bahkan Forum Masyarakat Penyelamat Pariwisata Manggarai Barat (FORMAPP) dalam keterangan resmi yang dikeluarkan pada 5 Agustus 2017 dengan terang berpendapat bahwa telah terjadi konspirasi antara penguasa dan pengusaha dalam proses pemberian izin terhadap perusahaan yang mengelola kawasan Taman Nasional Komodo. Perihal itu tercantum dalam 12 poin catatan Formapp. Salah satu diantaranya adalah bahwa surat rekomendasi pemerintah daerah melalui Dinas Pariwisata Manggarai Barat kepada PT. Segara Komodo Lestari bernomor 569/44/II/Bupati/2013 ternyata tanpa konsultasi dan bahkan tanpa sepengetahuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten manggarai Barat.
PERNYATAAN FORUM MASYARAKAT PENYELAMAT PARIWISATA MANGGARAI BARAT by Sunspirit Rumah Baku Peduli on Scribd
Kelima, alasan penolakan lain, yang paling teknis dan sederhana adalah menghindari masuknya pihak swasta (investor) untuk mengelola kawasan konservasi Taman Nasional Komodo. Sebab, jika mengizinkan dua perusahaan swasta ini mengelola kawasan strategis dalam kawasan Taman Nasional Komodo bukan tidak mungkin pihak swasta lain akan berbondong-bondong merebut akses dan manfaat pembangunan yang seharusnya dinikmati masyarakat setempat. Oleh karenanya para pihak menentang keras rencana realisasi Proyek Usaha jasa dan sarana wisata alam yang dilakukan oleh PT. Segara Komodo Lestari di Loh Buaya Pulau Rinca dan PT. Komodo Wildlife Ecotourism di Pulau Padar dan Loh Liang Pulau Komodo.