Insiden yang menimpa SDN Nanga Boleng, Kabupaten Manggarai Barat telah menyentuh sanubari segelintir pemuda dan remaja Kota Labuan Bajo. Pada 11 November 2017 lalu, mereka menggelar kegiatan “Ngamen” untuk SDN Nanga Boleng. Kegiatan ini berhasil menarik simpati banyak pihak terhadap kondisi SDN Nanga Boleng
Di pesisir Desa Tanjung Boleng, Kecamatan Boleng, Kabupaten Manggarai Barat, bangunan sekolah SDN Nanga Boleng dibangun di atas pasir. Setelah angin kencang dan hujan pada 6 November 2017 lalu, dua ruangan berlantai pasir laut itu ambruk, luluh-lantah, dan rusak parah. Empat ruangan lain masih berdiri tegak namun kondisinya pun sudah rusak. Sebagian dinding-dinding bambunya sudah lepas dan berlubang. Kursi murid yang diatur menyatu dengan mejapun tak banyak.
Dua hari setelah kejadian, pada 8 November 2017, guru dan murid-murid SDN Nanga Boleng tetap menjalankan kegiatan belajar-mengajar. Para murid hadir dengan berpakaian seragam merah putih dan beberapa yang lain mengenakan seragam olahraga berwana orange. Sedangkan guru-gurunya, seragam memakai setelan rapih dengan atasan berwarna putih dan bawahan hitam.
Saat itu, puing bangunan yang ambruk belum dipindahkan. Atap seng bangunan menindih kayu pemapah dan dinding bambu yang patah. Murid-murid pengguna ruangan itu terlihat berkumpul di bawah pohon ketapang yang tumbuh di samping sekolah. Mereka duduk ke arah yang sama, pada papan tulis yang diletakkan di dahan pohon. Guru mereka, Hasan, berdiri di sana sembari memberikan materi pelajaran.
“Kami terpaksa begini karena ruangan kelasnya rusak. Kami pakai halaman sekolah yang teduh. Kalau tidak di bawah pohon, yah di teras kantor sekolah,” kata Hasan, saat itu.
Hasan menuturkan, bangunan sekolah berdinding bambu itu sudah dibangun pada 2011 lalu. Sebelum ditetapkan sebagai sekolah negeri, sekolah ini adalah sekolah swasta yang dibangun swadaya oleh masyarakat setempat.
Insiden robohnya bangunan sekolah SDN Nanga Boleng menyita perhatian beberapa pemuda dan remaja di Kota Labuan Bajo. Kumpulan pemuda dan remaja ini tergabung dalam Komunitas Anak Muda Labuan Bajo yang bernaung di bawah Rumah Kreasi Baku Peduli Labuan Bajo. Di dalam komunitas ini terdapat band indi yang terdiri dari Boss Band, D’Junior Band, dan Ba’Nera Band.
Menanggapi kejadian di SDN Nanga Boleng, pemuda-pemudi dan remaja dari komunitas ini lalu secara spontan mengadakan pertunjukan musik dengan tajuk ngamen di kawasan kuliner Kampung Ujung Labuan Bajo pada Sabtu malam, 11 November 2017 lalu. Ngamen dengan tema “Bantu SDN Nanga Boleng” ini digelar di salah satu area kosong kawasan kuliner Kampung Ujung. Komunitas ini membentangkan spanduk bekas di lantai, lalu menata peralatan musik mereka di atasnya. Dari situ mereka menyiapkan kotak sumbangan dari kardus bekas lalu mulai menyanyi.
Tiga band yang tampil bergantian ini menyanyikan lagu-lagu populer dari dalam negeri dan manca negara. Pertunjukan musik langsung ini berhasil menyedot banyak perhatian baik dari warga lokal maupun wisatawan. Beberapa wisatawan mancanegara terlihat menonton pertunjukan ini sampai selesai. Mereka pun ikut menyumbang ke kotak sumbangan.
Besarnya sambutan warga membuat personel Ba’Nera Band, Viktricius H Putra, Arman Zusmanto, dan Thoni Senudin terharu. Mereka sama-sama tidak menyangka aksi spontanitas yang mereka lakukan pada malam itu mendapat reaksi banyak pihak.
“Ini pertama kali dan mendadak. Tapi antusias masyarakat dan teman-teman komunitas cukup besar,” ucap Viktricius dengan semangat.
Menurut Viktricius atau yang akrab dipanggil Vik ini, mereka memilih musik karena percaya bahwa selain bisa menghibur, musik mampu mempengaruhi dan menggerakkan hati orang banyak untuk ikut peduli pada kondisi yang dialami murid-murid SDN Nanga Boleng.
“Ini aksi spontanitas. Kami tidak memperhitungkan pendapat orang. Setelah dilakukan, kami bisa melihat reaksi orang,” lanjut Vik.
“Tidak hanya orang Labuan Bajo. Bahkan termasuk wisatawan mancanegara. Mereka juga banyak memberi sumbangan,” sambung Thoni Senudin.
Antusias para anggota komunitas pun sangat besar. Mereka mengadakan pertunjukan dengan penuh semangat. Menurut Thoni, insiden robohnya bangunan SDN Nanga Boleng sudah menyentuh sanubari mereka. Thoni mampu merasakan sulitnya murid-murid SDN Nanga Boleng menempuh pendidikan di bangunan yang sudah tidak layak itu.
“Secara pandangan mata, kami bisa merasakan bagaimana sulitnya mereka sekolah. Mereka tidak hanya berjuang mendapatkan pendidikan, tetapi juga bertahan hidup karena dengan kondisi bangunan sekolah demikian, bisa suatu waktu roboh kembali,” kata Thoni.
Tidak hanya Thoni Senudin, Arman Zusmanto pun mengaku, dengan terlibat dalam kegiatan sosial tersebut juga berhasil memberi pengaruh dalam dirinya. Ia merasa jauh lebih berguna dari sebelumnya.
“Saya merasa ada satu perubahan yang signifikan terhadap diri sendiri karena sebelumnya saya tidak pernah ikut dalam aksi seperti ini. Jiwa kepedulian saya tumbuh saat itu dan saya sangat bersemangat sejak ngamen,” aku dia.
Arman berharap, adanya aksi tersebut tidak hanya mampu meringankan beban pihak sekolah SDN Nanga Boleng, baik itu untuk murid-muridnya, maupun para guru, tetapi juga bisa menjadi inspirasi dan motivasi bagi pihak lain khususnya anak-anak muda untuk ikut membuka mata dan mau melihat kejadian yang menimpa orang-orang di sekitarnya.
“Semoga itu terus berjalan ke depan. Mudah-mudahan anak muda lain, yang mungkin tidak pernah mengikut aksi seperti inipun punya niat untuk terlibat dalam kegiatan sosial. Tanpa terlibat langsung kegiatan tersebut, rasa peduli sulit tumbuh,” pungkas Arman dengan ekspresi serius. (BERSAMBUNG)