Hingga Kini Sengketa Tanah Irigasi Lembor Belum Tuntas

Dengan penuh harap, rakyat anggota mengusulkan kepada PEMDA Manggarai Barat untuk segera meneruskan penunjukkan jatah tanah 1 ha bagi anggota yang belum mendapat jatah tanah sebagaimana yang pernah diatur pembagiannya pada anggota pada tahun 1971, sesuai surat pernyataan 17 Juni 1962 (point 2) sama dengan anggota lainnya.

Selanjutnya mempertimbangkan kehadiran penyerobot di atas tanah irigasi Lembor agar dikeluarkan surat pencabutan hak kepemilikannya karena bertentangan dengan surat pernyataan tanggal 17 Juni 1962.

Demikian dua usulan masyarakat Lembor atas kasus tanah irigasi yang hingga kini belum tuntas dibagi oleh PEMDA. Padahal amat untuk itu sudah diserahkan kepada PEMDA sudah sejak 1971.

***

Sebelum tahun 1962 sudah terdapat kelompok masyarakat yang beranggotakan 37 orang yang diketuai T.H. Nanur, Frans Hambur, D. Jegaut (semuanya dari Daleng) yang berusaha untuk menggali Wae Sele untuk areal sawah tadah hujan di Lingko Leba dan Lus. Berhubung T.H. Nanur, pegawai tenaga harian tetap di Dinas PU Kabupaten Manggarai melaporkan rencana tersebut ke kepala PU Rokus Rewos. Kepala PU Rokus Rewos selanjutnya melaporkan kepada Bupati Manggarai.

Hasil dari itu, tepatnya pada 16 Juni 1962 rombongan Pemda yang diketuai A. Geong datang mengunjungi Daleng. Pada kesempatan tersebut disepakati untuk menghadirkan Dalu Wantong dan Dalu Bajo. Sehari sesudahnya, 17 Juni 1962 terjadi pertemuan antara Pemda Manggarai dengan kedua Dalu bertempat di Daleng yang menghasilkan keputusan/pernyataan bersama yang isinya antara lain penggalian saluran, pembuatan bendungan bronjong sekaligus pembagian jatah tanah (sawah) kepada anggota masyarakat yang terdiri atas 1.484 orang anggota proyek yang semua anggotanya menyebar di 9 desa sedaratan Lembor.

Keputusan tersebut di atas selanjutnya diimplementasikan. Pembuatan bendungan, penggalian parit saluran sampai ke daerah Daleng selesai pada tahun 1975,  dengan tahap awal pengerjaan dimulai sejak tahun 1969 sampai akhir tahun 1970.

Namun demikian, proses pembagian jatah tanah yang diserahkan kepada Pemda sebagai penanggung jawab mengalami masalah. Dua masalah yang muncul pada ketika itu adalah belum adanya pemetaan tanah secara jelas dan selanjutnya belum tuntasnya pembagian tanah kepada anggota.

Problem pemetaan tanah dapat teratasi setelah PEMDA menghadirkan Ir. Morel dari Jerman pada 1971. Dengan bantuan warga Ir. Morel melakukan pemetan untuk lahan Lembor seluas 1.553 hektar. Di atas lahan tersbut 1.484 anggota tani mendapat jatah tanah setiap orang per hektar. Dan 69 hektar lahan sisa lainnya disimpan. Pada Desember 1971, dalam tempo dua minggu pembagian tanah kepada seribu lebih anggota tani selesai. Sisanya direncanakan akan dilanjutkan pada tahun 1972.

Namun problemnya muncul lantaran PEMDA tidak muncul lagi hingga hari ini. Beberapa upaya pendekatan dilakukan oleh pihak masyarakat. Pada 10 Mei 1981, atas nama masyarakat Bapak Kletus Narut menjumpai bupati menyampaikan aspirasi. Pada 9 Mei 1983 dilanjutkan dengan surat lampiran yang perihal 200 anggota yang belum mendapat jatah tanah.

Hasil dari dua kali pertemuan di atas menghasilkan keputusan antara lain. 1) pembentukan panitia penanganan masalah pada 13 Juni 1983. Namun tidak berjalan. 2) Pada tahun 1986, Bupati melalui camat Lembor merekomendasikan Don Endo (petugas agrarian) untuk menata lokasi Raminara agar digarap menjadi sawah, namun tanpa survey awal. Hasilnya masih tetap nihil, padahal direncanakan di tempat tersebut akan diamanatkan kepada 50 orang anggota tani yang belum mendapat jatah tanah. 3) Tahun 1999 muncul masalah rawan pangan di dataran Lembor, pada saat yang sama terjadi perang tanding antara anggota yang ikut panggilan Wae Sale yang belum mendapat jatah tanah dengan anggota penyerobot (dan bukan anggota). Perang berlangsung selama dua bulan. Pada 13 Mei 2000 Bupati turun tangan menengahi masalah. Keputusan lanjutannya adalah penataan ulang irigasi Lembor melalui pembentukan panitia dengan Surat Keputusan Bupati pada 19 Agustus 2000.

Proses penataan ulang berjalan lancar. Tanggal 21 Januari 2003 dilaksanakan pengukuran tanah sisa mulai dari Ngalor Kalo  dan seterusnya sampai tanggal 15 Pebruari 2003. Hasilnya 100 hektar terbagi kepada anggota. Tahap selanjutnya tanggal 26 Januari 2003 giliran lokasi Tado Bara yang dibereskan. Hasilnya, terdapat sisa tanah seluas kurang lebih 30 hektar.

***

Namun demikian, sebagaimana dikeluhkan Bapak Kletus Narut, dalam materi  yang disampaikannya pada 2007 kepada Bupati Manggarai Barat, DPRD dan jajaran Muspida, hingga kini persoalan tanah irigasi Lembor masih belum tuntas penyelesaiannya.

Hingga kini terdapat tiga problem yang belum menemui titik akhir, yakni:kletus-narut

PEMDA Manggarai, secara khusus Manggarai barat tidak melanjutkan/meneruskan pembagian jatah tanah bagi anggota proyek Irigasi Lembor sebagaimana ditetapkan pada 17 Juni 1962. 2) Kejadian ratusan penyerobot di atas tanah irigasi yang diperuntukan bagi warga sangat bertentangan dengan pernyataan pada 17 Juni 1962.

3) Kebijakan PEMDA selama ini tidak melibatkan dua kepala Hamente: Bajo dan Wontong dalam pengaturan pembagian tanah. Hal ini sangat bertentangan dengan isi pernyataan tanggal 17 Juni 1962.

Atas tiga persoalan di atas pihak masyarakat Lembor mengajukan dua usulan: 1) Dengan penuh harap, rakyat anggota mengusulkan kepada PEMDA Manggarai Barat untuk segera meneruskan penunjukkan jatah tanah 1 ha bagi anggota yang belum mendapat jatah tanah sebagaimana yang pernah diatur pembagiannya pada anggota pada tahun 1971, sesuai surat pernyataan 17 Juni 1962 (point 2) sama dengan anggota lainnya.

2) Mempertimbangkan kehadiran penyerobot di atas tanah irigasi Lembor agar dikeluarkan surat pencabutan hak kepemilikannya karena bertentangan dengan surat pernyataan tanggal 17 Juni 1962. ***

*) Disarikan oleh Adrianus Hasri dari Materi Tatap Muka Bapak Kletus Narut dengan Bapak Bupati Manggarai Barat, DPRD II, MUSPIDA Kab. Manggarai Barat menyangkut Masalah Tanah Irigasi Lembor di Kantor Bupati Manggarai Barat tahun 2007

*)Diambil dari Majalah Lintas Timur, edisi Juli Oktober

Publikasi Lainnya