Sunday, February 28, 2021
  • ABOUT US
  • RESEARCH
    • Research in Progress
    • Working Paper
    • Journal Articles
    • Flores Studies
    • Books
  • JARINGAN KERJA RAKYAT
    • Taman Nasional Komodo
    • Advokasi Lawan Privatisasi Pantai Pede
    • Geothermal Wae Sano
    • Flores Lawan Oligarki
    • Gerakan Alternatif
  • PUBLIKASI
    • Press Release
    • News
    • Catatan Peduli
    • Gallery
    • INFOGRAFIK
  • PERTANIAN ORGANIK
No Result
View All Result
Sunspirit
No Result
View All Result
Home PUBLIKASI Catatan Peduli

Prahara Keranga: Refleksi Kasus Tanah di Labuan Bajo-Flores

Agenda konsolidasi budaya yang mempertemukan segenap pemangku adat di Kota Labuan Bajo dan sekitarnya perlu dilakukan dalam rangka memperjelas alas hak ulayat atas tanah-tanah.

January 23, 2021
in Catatan Peduli, News, PUBLIKASI
0

Pemandangan dari Puncak Sylvia Labuan Bajo menuju Keranga, tanah yang saat ini menjadi polemik. (Foto: Sunspirit 2021).

Share on FacebookShare on TwitterEmailLine

SUNSPIRIT_2021 – Forum diskusi virtual Zoom in Flores mengadakan diskusi bertajuk “Prahara Kerangan: Refleksi Kasus Tanah di Labuan Bajo-Flores” pada Kamis malam, 21 Januari 2021. Diskusi ini diselenggarakan kurang leibh 3 jam itu merupakan respons atas sengketa Tanah Keranga yang kini tengah ditangani oleh pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Timur (NTT).

Diskusi ini dihadiri oleh lebih dari sekitar 70 orang dari berbagai kalangan seperti mahasiswa, akademisi, praktisi hukum dan pelaku wisata di Kota Labuan Bajo.

Hadir sebagai pemantik dalam diskusi ini adalah Yosef Sampurna Nggarang, Pembina Himpunan Pemuda Mahasiswa Manggarai Barat Jakarta (Hipmmabar-Jakarta) sekaligus sebagai Sekjen Pergerakan Kedaulatan Rakyat (PKR) serta Iren Surya, salah satu praktisi hukum yang berdomisili di Labuan Bajo.

Dalam pemaparannya, Yos Nggarang menyampaikan kronologi singkat sengkata lahan tersebut hingga menyebabkan munculnya klaim kepemilikan yang berbeda-beda atas tanah 30 hektar yang terletak di Kelurahan Labuan Bajo itu.

Klaim tersebut, menurut Yos, disebabkan oleh beberapa hal, yakni perubahan alas hak, memuluskan pembuatan sertifikat dengan batas-batas lahan yang tidak jelas dan pemalsuan tanda tangan para fungsionaris adat.

Selain itu juga, ia juga menyoroti kinerja ATR BPN Mabar di mana ada dugaan kuat, terdapat oknum di dalam lembaga tersebut yang memfasilitasi sehingga membuat maraknya masalah tanah di Labuan Bajo, termasuk atas lahan Kerangan ini.

“Bayangkan, penyidik menyita uang dalam jumlah banyak pada salah satu tenaga honorer di ATR BPN Mabar,” kata Yos. Disebutnya, honorer tersebut memiliki hubungan khusus dengan atasnya di lembaga tersebut.

Yos juga menyampaikan, dengan ditetapkannya Labuan Bajo sebagai destinasi Super Premium, maka akan ada banyak orang, khususnya pemodal atau investor yang memanfaatkan kedekatan mereka dengan kekuasaan untuk menguasai tanah-tanah yang ada di Labuan Bajo, termasuk aset-aset publik.

“Ini yang saya sebut sebagai kerja-kerja ekstraktif. Memanfaatkan jaringan kekuasaan untuk melancarkan kepentingannya,” tambahnya.

Menariknya menurut Yos, belajar dari sengketa Tanah Kerangan, penguasaan atas tanah-tanah ini berlangsung cepat dengan memanfaatkan lemahnya tata kelola admministrasi tanah di Kabupaten Manggarai Barat, tidak jujurnya kerja insititusi-intitusi yang mengurus pertanahan seperti BPN serta klaim kepemilikan atas tanah ulayat yang berbeda-beda.

Sementara itu, Iren menyatakan, sengketa klaim kepemilikan yang terjadi atas tanah tanah Keranga ini merupakan salah satu tipologi kasus tanah di Kabupaten Manggarai Barat.

“Selain itu ialah sengketa tanah warisan, penjualan berkali-kali, sertifikat ganda dan klaim penguasaan atas tanah tanpa bukti fisik,” ujarnya.

Menurut Iren Surya, penyelesaian kasus tanah di Labuan Bajo, dapat dilakukan dengan cara menata kembali administrasi tanah mulai dari tingkat Desa hingga ke tingkat Kabupaten.

Begitu pun dengan ATR BPN Mabar, harus kerja jujur, transparan serta memiliki system yang dapat mengatasi banyak masalah tanah di Labuan Bajo.

“Kalau boleh dibilang, BPN ialah lembaga paling buruk yang ada di republik ini,” tegasnya.

Ia mengaku memiliki pengalaman pahit saat mengurus sertifikat tanah di lembaga tersebut di mana harus menunggu selama enam tahun baru mendapatkan sertifikat.

Sementara itu peserta diskusi yang lain, dengan berangkat dari Kasus Tanah Kerangan, merekomendasikan beberapa hal penting berikut, seperti pentingnya penataan seecara serius soal administrasi tanah di Labuan Bajo, mulai dari tingkat desa hingga ke tingkat Kabupaten.

Kedua, agenda konsolidasi budaya yang mempertemukan segenap pemangku adat di Kota Labuan Bajo dan sekitarnya perlu dilakukan dalam rangka memperjelas alas hak ulayat atas tanah-tanah.

Ketiga, peran civil society dan lembaga negara seperti DPR untuk mengawas aset-aset tanah milik negara atau publik untuk tetap diperuntukan bagi kepentingan publik.

Sunpsirit 2021

Tags: BPN MabarIren SuryaKerangalabuan bajoManggarai BaratMasalah Tanah Labuan BajoSunspirit 2021Yos Nggarang

ArtikelLain

Mencermati Status Legal Tanah Kerangan

February 22, 2021

Sengketa tanah Kerangan kini tengah ditangani pihak Kejati Nusa Tenggara Timur. Sejauh ini pihak Kejati NTT telah menetapkan 20 tersangka...

Perkuat Posisi Masyarkat Adat: Solusi Darurat Agaria di Labuan Bajo-Flores  

February 15, 2021

Sunspirit - Pembangunan di Flores semakin memperlihatkan sebuah kenyataan yang paradoks. Geliat kemajuan, pertumbuhan ekonomi, investasi, peciptaan lapangan kerja pada...

Komodo di Parlemen: Ada Harapan?

February 6, 2021

Sunspirit 2021 - Polemik model pembangunan di Taman Nasional Komodo antara Pemerintah yang menginginkan investasi berbasis korporasi vs warga Kepulauan...

Utak-Atik Zonasi untuk Investasi di Taman Nasional Komodo

February 5, 2021

Sunspirit 2021 - Tanggapan pemerintah yang selalu saja berdalih pada zona pemanfaatan untuk membiarkan pembangunan infrastruktrur dalam rangka mendukung investasi...

Next Post

Pariwisata Super Premium Komodo: Seperti Apa Dampaknya bagi Warga dan Pelaku Wisata?  

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

SUNSPIRIT for justice and peace is a civil society organization working in the area of social justice and peace in Indonesia.

KONTAK KAMI:

BAKU PEDULI CENTER: Jl. Trans Flores Km. 10, Watu Langkas, Desa Nggorang, Labuan Bajo, Manggarai Barat, Flores, NTT

EMAIL: sunspiritindonesia@gmail.com

© 2019 Sunspirit for Justice and Peace

No Result
View All Result
  • ABOUT US
  • RESEARCH
    • Research in Progress
    • Working Paper
    • Journal Articles
    • Flores Studies
    • Books
  • JARINGAN KERJA RAKYAT
    • Taman Nasional Komodo
    • Advokasi Lawan Privatisasi Pantai Pede
    • Geothermal Wae Sano
    • Flores Lawan Oligarki
    • Gerakan Alternatif
  • PUBLIKASI
    • Press Release
    • News
    • Catatan Peduli
    • Gallery
    • INFOGRAFIK
  • PERTANIAN ORGANIK