Sunday, February 28, 2021
  • ABOUT US
  • RESEARCH
    • Research in Progress
    • Working Paper
    • Journal Articles
    • Flores Studies
    • Books
  • JARINGAN KERJA RAKYAT
    • Taman Nasional Komodo
    • Advokasi Lawan Privatisasi Pantai Pede
    • Geothermal Wae Sano
    • Flores Lawan Oligarki
    • Gerakan Alternatif
  • PUBLIKASI
    • Press Release
    • News
    • Catatan Peduli
    • Gallery
    • INFOGRAFIK
  • PERTANIAN ORGANIK
No Result
View All Result
Sunspirit
No Result
View All Result
Home PUBLIKASI News

Pembangunan ‘Jurasic Park’ Pulau Rinca Minta Dikaji Ulang

December 19, 2020
in News, PUBLIKASI
0
Share on FacebookShare on TwitterEmailLine

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komisi IV DPR menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan sejumlah akademisi, aktivis, dan Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores, membahas pembangunan sarana dan prasarana wisata alam Loh Buaya di Pulau Rinca, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Peneliti Sun Spirit for Justice & Peace Labuan Bajo, Venansius Haryanto meminta agar pemerintah mengkaji kembali terkait rencana pembangunan kawasan wisata super premium Komodo atau yang juga dikenal dengan ‘Jurasic Park’ di Pulau Rinca.

“Kami meminta bahwa dikaji ulang dulu dengan melibatkan ahli, lalu organisasi-organisasi lingkungan, lalu para pelaku wisata juga dan masyarakat setempat agar kemudian kita bisa memutuskan yang mana yang bisa dilanjutkan, dan mana yang bisa dihentikan,” kata Venansius

Venansius juga menyoroti soal investasi swasta dan BUMN untuk bisnis resort, kuliner, dan jasa wisata di sejumlah lokasi strategis seperti Pulau Rinca, Pulau Padar, Pulau Komodo, dan Pualu Tatawa. Ia meminta DPR agar mendesak pemerintah untuk mencabut izin yang sudah dikeluarkan dan menghentikan proses pemberian izin baru.

“Apa sih kontribusi resort ini bagi konservasi dan bagi pariwisata alam? Taman Nasional Komodo adalah kawasan konservasi, bukan ruang investasi. Komodo bertahan hidup karena alam bukan karena saham,” ujarnya.

Ia mengatakan sejauh ini sudah ada sejumlah perusahaan swasta yang sudah mengantongi izin investasi pembangunan bisnis resort, kuliner dan jasa wisata. Antara lain PT Sagara Komodo Lestari di Pulau Rinca (22,1 Hektar), dan PT Komodo Wildlife Ecotourism di Pulau Padar dan Pulau Komodo (423 Hektar).

Selain itu ia juga mengkritik terkait desain wisata ekslusif premium berbayar 1.000 dollar untuk Pulau Komodo, dan wisata massal untuk Pulau Rinca. Imbasnya pada 2019 lalu pemerintah hendak merelokasi warga Komodo ke pulau lain. Tahun 2020 pemerintah setempat mengumumkan

akan memindahkan UMKM di Long Liah Pulau Komodo ke Loh Buaya Pulau Rinca. “Kami meminta DPR untuk mendesak pemerintah menghentikan rencana yang merugikan masyarakat Komodo ini,” tuturnya.

Sementara itu warga asli Komodo yang juga hadir dalam RDPU dengan Komisi IV Akbar Al Ayub meminta agar DPR mendesak pemerintah memberikan pengakuan kebudayaan dan hak agraria sebagai Suku Modo. Dirinya juga meminta agar pemerintah mendirikan community kebudayaan Suku Modo di Pulau Komodo yang dipadukan dengan wisata alam sebagai identitas Suku Modo di Pulau Komodo. Selain itu dia juga mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk memperkuat konservasi dan pariwisata berbasi alam dan komuitas.

“Secara konkret kami meminta DPR untuk mendesak KLHK menaikan anggaran Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) yang saat ini hanya Rp 20 miliar per tahun, lebih kecil dari pembangunan APBN untuk pembangunan trotoar di labuan Bajo menjadi lima kali lipat yakni Rp 100 miliar,” ungkapnya.

Direktur Utama Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) Shana Fatina merespons adanya kekhawatiran relokasi warga asli Komodo ke daerah lain. Ia mengatakan tidak ada lagi rencana untuk pemindahan desa di Komodo. “Bahkan yang didesain ke depan adalah bagaimana wisata desa yang dikelola masyarakat desa yang jadi keunggulan berwisata ke Taman Nasional Komodo, tidak hanya melihat Komodo tapi juga berinteraksi dengan masyarakat di dalam desa kawasan,” jelasnya.

 

Artikel ini pertama kali ditayangkan pada: https://republika.co.id/berita/qk8sqt384/pembangunan-jurasic-park-pulau-rinca-minta-dikaji-ulang

ArtikelLain

Mencermati Status Legal Tanah Kerangan

February 22, 2021

Sengketa tanah Kerangan kini tengah ditangani pihak Kejati Nusa Tenggara Timur. Sejauh ini pihak Kejati NTT telah menetapkan 20 tersangka...

Perkuat Posisi Masyarkat Adat: Solusi Darurat Agaria di Labuan Bajo-Flores  

February 15, 2021

Sunspirit - Pembangunan di Flores semakin memperlihatkan sebuah kenyataan yang paradoks. Geliat kemajuan, pertumbuhan ekonomi, investasi, peciptaan lapangan kerja pada...

Komodo di Parlemen: Ada Harapan?

February 6, 2021

Sunspirit 2021 - Polemik model pembangunan di Taman Nasional Komodo antara Pemerintah yang menginginkan investasi berbasis korporasi vs warga Kepulauan...

Utak-Atik Zonasi untuk Investasi di Taman Nasional Komodo

February 5, 2021

Sunspirit 2021 - Tanggapan pemerintah yang selalu saja berdalih pada zona pemanfaatan untuk membiarkan pembangunan infrastruktrur dalam rangka mendukung investasi...

Next Post

Organisasi Lingkungan: Taman Nasional Komodo adalah Kawasan Konservasi, Bukan Ruang Investasi

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

SUNSPIRIT for justice and peace is a civil society organization working in the area of social justice and peace in Indonesia.

KONTAK KAMI:

BAKU PEDULI CENTER: Jl. Trans Flores Km. 10, Watu Langkas, Desa Nggorang, Labuan Bajo, Manggarai Barat, Flores, NTT

EMAIL: sunspiritindonesia@gmail.com

© 2019 Sunspirit for Justice and Peace

No Result
View All Result
  • ABOUT US
  • RESEARCH
    • Research in Progress
    • Working Paper
    • Journal Articles
    • Flores Studies
    • Books
  • JARINGAN KERJA RAKYAT
    • Taman Nasional Komodo
    • Advokasi Lawan Privatisasi Pantai Pede
    • Geothermal Wae Sano
    • Flores Lawan Oligarki
    • Gerakan Alternatif
  • PUBLIKASI
    • Press Release
    • News
    • Catatan Peduli
    • Gallery
    • INFOGRAFIK
  • PERTANIAN ORGANIK