Monday, January 25, 2021
  • ABOUT US
  • RESEARCH
    • Research in Progress
    • Working Paper
    • Journal Articles
    • Flores Studies
    • Books
  • JARINGAN KERJA RAKYAT
    • Taman Nasional Komodo
    • Advokasi Lawan Privatisasi Pantai Pede
    • Geothermal Wae Sano
    • Flores Lawan Oligarki
    • Gerakan Alternatif
  • PUBLIKASI
    • Press Release
    • News
    • Catatan Peduli
    • Gallery
    • INFOGRAFIK
  • PERTANIAN ORGANIK
No Result
View All Result
Sunspirit
No Result
View All Result
Home RESEARCH

(Bagian 2) Suara dari Taman Nasional Komodo

January 11, 2018
in RESEARCH, Taman Nasional Komodo
0

Tokoh masyarakat Pulau Rinca, Hamsah./Foto: Kornelis

Share on FacebookShare on TwitterEmailLine

Bapak Hamsa (Tokoh masyarakat Rinca)

Tahun 1970 tanah ini pernah dipilarkan oleh pemerintah kehutanan  dari propinsi dan dari kecamatan dulu. Sekarang kita mau kerja tidak bisa. Ketika kita tanya mereka bilang, belum ada SK-nya. Sampai sekarang kita tidak mengerti juga, tunggu-tunggu sampe sekarang tidak muncul itu SK. Kita mau garap bagaimana. Kita ingin garap kita punya tanah. Kita tunggu SK, katanya perlu pengesahan dari Kepala Dinas Propinsi dan Kecamatan. Menurut masyarakat, ya sah karena pemerintah yang kasih patok. Tapi menurut mereka, mungkin tidak sah, makanya sampe sekarang kita ingin kerja hak milik kita yang di sana itu (Sebelah barat SD).

Kita ingin kelola kembali tanah-tanah kita. Luas sekali, mungkin puluhan hektar, itu namanya Wae Mata. Puluhan hektar, kita bisa lihat. Belum lagi di belakang SMP itu. Jadi, kita juga tidak mengerti, ini tanah dan pohon kita yang tanam, tapi mereka bilang ini taman nasional. Di atas tanah masih ada tanaman kelapa, kedondong sudah besar-besar. Kalau tidak dilarang, mungkin sudah ditanam yang baru lagi, tapi sudah tidak bisa. Saya pernah perjuangkan, tapi katanya tidak bisa. Alasannya, karena taman nasional. Kalau kamu kerja begini, belum ada SK-nya. Katanya ada SK-nya lagi. Saya pernah ditegur dan diancam tapi saya tanya balik mereka, siapa yang tanam pohon kelapa. Ini kan milik saya, saya yang tanam. Itu saya juga tanam jagung dan waktu petik saya undang mereka makan bersama, lucu juga.

Sampe sekarang, saya tetap kerja dan tidak ada reaksi dari mereka, itu kebun yang ada di belakang sekolah. Saya tetap kerja, hanya tahun ini belum karena masih musim panas. Hanya tanah di Wae Mata (disebelah barat SD) yang sudah tidak bisa kami kerja. Masyarakat di sini bersatu tapi takut. Takut ditangkap, ya begitulah. Ya masyarakat di sini orang bodoh kalau pemerintah bilang begini ya ikut saja. Padahal kami miliki sendiri bukan juga pinjaman, juga tidak. Bagaimana caranya untuk kerja lagi, tergantung pemerintah, agar kami bisa kerja kembali milik kami. Mungkin bisa bantu kita masyarakat bodoh ini. Bagaimana peran pemerintah? Memang dia (kades) bilang begini, kalau kamu orang mau kerja, kerja saja jangan jual saya punya nama. Katanya begitu, pernah sering omong dengan saya. Kalau kamu mau kerja, kerja saja tapi jangan bilang begini, saya yang suruh. Jadi, siapa yang mau kita ‘sandar’ kita juga kan takut.

Haji Sobri (Mantan Kades Pasir Panjang, Pulau Rinca)

Dulu saya masih kepala desa, orang datang  dari mana-mana dari Reo, Pota, Ramu (para nelayan), mereka datang ambil pas di kantor balai taman nasional komodo (BTNK). Saya pernah diwawancarai wartawan dari Jakarta tentang taman nasional. Kami wawancara di bawah pohon sana, mereka minta tanggapan saya. Saya bilang ada untung ada ruginya. Di satu sisi ada untung tapi di sisi lain ada ruginya. Untungnya, kehadiran taman nasional, tangan-tangan jahat yang datang dari luar tidak ada. Dulu, tiap pagi begini bunyi bom tapi mana ada bunyi bom, sekarang tidak ada lagi, jadi hasil ikan bertambah. Hanya ruginya, orang dari luar boleh masuk asal ada pas. Kenapa orang luar dikasih ijin yang penting mereka ambil pas ijin supaya kalau patroli dating, bisa tunjukkan bahwa ini sudah lapor, itu saja.Tapi, kita tidak tahu, sebentar apa kegiatannya.Kalau petugas ikut di atas kapal barangkali.

Masalah taman nasional ini sejak awal, kami protes, protes, protes tapi belum ada solusi. Taman nasional terbentuk sejak tahun1980, kemudian milik (tanah) orang Rinca sebelum taman nasional terbentuk, ini yang kita belum tahu persis apakah ada kebijakan atau tidak. Itu hari ada yang datang dari Jakarta, tanya saya tentang pengelolaan pulau-pulau kecil dalam kawasan. Waktu itu saya Tanya mereka juga karena saya punya (pulau) milik dalam kawasan, tapi dia pisah dari pulau Rinca. Saya rencana dengan teman dari Inggris mau bangun hotel dan rumah makan, tapi ini kita dengar di luar-luar bahwa tidak boleh. Waktu itu, saya ke bupati dan bupati bilang saya setuju bapak haji bangun, asal tidak merusak karena yang bapak haji buat juga untuk mendukung pariwisata. Kalau bangun bongalow atau rumah makan berarti bapak haji dukung pariwisata. Sebenarnya, ada keterbukaan bisa tidak, bahwa kita mau rencana dalam kawasan tapi kita bukan mau merusak. Malahan kalau wisatawan mau bermalam di pantai, sudah ada hotel. Andaikan ini bisa TNK mau serahkan, dan banyak yang mau.

Baca juga: (Bagian 1) Suara dari Taman Nasional Komodo

Dulu kan tidak begitu, masyarakat pergi potong kayu, tangkap rusa dan kerbau banyak sekali. Padahal, kalau masyarakat berpikir tidak normal, bakar saja ini alang-alang, apa kerugian saya. Tak ada gunanya. Dulu saya dibilang kejam, ada petugas yang saya pukul. Masa, masyarakat yang ambil kayu sepotong kok harus dibawa ke Labuan Bajo. Sekarang, masyaraat tidak boleh lagi potong kayu sepotong, terpaksa mereka harus beli dari Warloka. Lebih baik pergi beli daripada ditangkap. Padahal, ditangkap kecuali ada pemboman.

Beberapa tahun lalu, ada warga yang ditangkap dan dipenjara, saya bersama ibu ke penjara dan kepada jaksa saya bilang, bagaimana dengan hukum, dia bukan tangkap tangan sementara bom, kok bisa dipenjara. Dia hanya ikut temannya dan mencoba-coba dan ikan itu dia bawa pulang dan jemur di kampong, tapi dia diproses 18 bulan penjara. Saya bilang, kalau melanggar hukum jangankan dihukum, ditembak mati juga bisa. Waktu itu, jaksanya orang dari Rote dan kami pulang, lalu tiga hari, tanggal 29 mereka suruh kami datang jemput warga itu, katanya sudah keluar. Mendengar itu banyak warga datang gendong saya, mereka senang sekali karena anak mereka dibebaskan. Begitu juga tanah-tanam milik orang di Rinca ini, mereka ingin kerja kembali tanah-tanah mereka.

Mereka (pemerintah) harus sadar bahwa taman nasional baru terbentuk tahun 1982 sementara harta milik orang Rinca sudah ada sebelum taman nasional terbentuk. Saya tahu, Aburizal Bakri beli Pulau Sebayur Kecil dengan harga Rp. 84 miliar. Pulau Sebayur Kecil yang ada di dekat atau di belakang Pulau Mesah. Saya sendiri punya lebih besar dan ada tiga pulau. Ada tiga pantai pasir putih di bagian barat, utara dan timur, semua berpasir putih. Namanya pulau Mbobabi, tinggal urus surat-surat, foto kopi KTP, tapi saya tidak bisa jalan sendiri. (Bersambung)

ArtikelLain

PERNYATAAN SIKAP GARDA PEMUDA KOMODO

August 27, 2020

Kami Garda Pemuda Komodo sebagai pewaris dan penjaga hidup alam dan manusia di kawasan Komodo dengan ini menegaskan tanggung jawab...

STOP UTAK-ATIK TAMAN NASIONAL KOMODO

August 27, 2020

Setelah gagal memaksakan kebijakan kontroversial memindahkan warga Komodo keluar dari kampung halaman mereka, Pemerintah kini mengeluarkan kebijakan lain yang mengganggu...

Pandemi Covid-19 dan Tiga Isu Makro Ketahanan Pangan di Kepulauan Flores

August 26, 2020

Kali ini suasananya tampak sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Para petani tampak memenuhi area persawahan di sekitar Kota Labuan Bajo-Manggarai...

Pariwisata Super Premium dan Penguasaan Sumber Daya di Flores

August 26, 2020

MATAHARI belum genap sejengkal di atas horison laut Komodo ketika warga mulai sibuk pagi itu. Sekelompok perempuan paruh baya berkeliling...

Next Post

(Bagian 3-Penutup) Suara dari Taman Nasional Komodo

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

SUNSPIRIT for justice and peace is a civil society organization working in the area of social justice and peace in Indonesia.

KONTAK KAMI:

BAKU PEDULI CENTER: Jl. Trans Flores Km. 10, Watu Langkas, Desa Nggorang, Labuan Bajo, Manggarai Barat, Flores, NTT

EMAIL: sunspiritindonesia@gmail.com

© 2019 Sunspirit for Justice and Peace

No Result
View All Result
  • ABOUT US
  • RESEARCH
    • Research in Progress
    • Working Paper
    • Journal Articles
    • Flores Studies
    • Books
  • JARINGAN KERJA RAKYAT
    • Taman Nasional Komodo
    • Advokasi Lawan Privatisasi Pantai Pede
    • Geothermal Wae Sano
    • Flores Lawan Oligarki
    • Gerakan Alternatif
  • PUBLIKASI
    • Press Release
    • News
    • Catatan Peduli
    • Gallery
    • INFOGRAFIK
  • PERTANIAN ORGANIK