Monday, January 18, 2021
  • ABOUT US
  • RESEARCH
    • Research in Progress
    • Working Paper
    • Journal Articles
    • Flores Studies
    • Books
  • JARINGAN KERJA RAKYAT
    • Taman Nasional Komodo
    • Advokasi Lawan Privatisasi Pantai Pede
    • Geothermal Wae Sano
    • Flores Lawan Oligarki
    • Gerakan Alternatif
  • PUBLIKASI
    • Press Release
    • News
    • Catatan Peduli
    • Gallery
    • INFOGRAFIK
  • PERTANIAN ORGANIK
No Result
View All Result
Sunspirit
No Result
View All Result
Home RESEARCH

Dari Ledang menuju Tado Wae Wetok

November 14, 2016
in RESEARCH
0
Share on FacebookShare on TwitterEmailLine

Konon, di Tado Wae Wetok hanya terdapat tiga kepala keluarga. Ketiga Kepala Keluarga ini turun dari kampung induk Ledang menuju Tado Wae Wetok untuk berkebun.

“Tado Wae Wetok memiliki lahan yang subur karena sumber mata airnya tidak pernah mati” kisah Antonius Selamun, sesepuh adat Tando yang juga merupakan keturunan langsung salah satu penghuni pertama kampung Tado Wae Wetok. “Karena tanahnya yang subur dan warganya hidup sejahtera, maka banyak kelurga dari Ledang mulai perlahan-lahan bergabung”. Lanjutnya.

Lantaran jumlah penduduknya kian banyak, dari Tado Wae Wetok warga berpindah menuju ke tempat yang baru. Di tempat, yang baru tidak jauh dari Tado Wae Wetok, mereka membuka lahan dan rumah. Perlahan-lahan nama Tado berubah menjadi Tando. Dari Tando warga kemudian berpindah lagi menuju Tando baru. Alasan kepindahan ini adalah untuk menjaga tanah leluhur “Walaupun penduduknya semakin banyak dan warga berpindah, kami tetap tidak merasa kekurangan, alam memberikan kami kesejahteraan”  aku Antonius.

“Namun sekarang, kami benar-benar dalam kesulitan. Sawah sebagai sumber utama kehidupan kami tidak memberikan hasil apa-apa. Banyak sekali masalahnya” jelasnya sambil menguraikan satu persatu mulai dari modal tinggi sampai tanah yang sudah tidak subur.

“Tapi kami juga tidak bisa lari dari semua persoalan itu. Sebagai petani kami akan tetap bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup kami, kalau tidak?”  tutupnya dengan tanya.*

*) Dari Lintas Timur, edisi Juli-Oktober 2013

Tags: Anselmus salamun

ArtikelLain

Pandemi Covid-19 dan Tiga Isu Makro Ketahanan Pangan di Kepulauan Flores

August 26, 2020

Kali ini suasananya tampak sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Para petani tampak memenuhi area persawahan di sekitar Kota Labuan Bajo-Manggarai...

Pariwisata Super Premium dan Penguasaan Sumber Daya di Flores

August 26, 2020

MATAHARI belum genap sejengkal di atas horison laut Komodo ketika warga mulai sibuk pagi itu. Sekelompok perempuan paruh baya berkeliling...

Pertanian dan Orang Muda di Manggarai, Flores

March 30, 2020

OLEH: NEY DINAN Pada bulan November tahun lalu, saya diajak oleh Jessica, seorang mahasiswi doktoral dari National University, Singapura untuk terlibat dalam sebuah...

Critical Development Studies in Flores

November 29, 2019

Next Post

Sekilas tentang Program Pertanian Sunspirit for Justice and Peace

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

SUNSPIRIT for justice and peace is a civil society organization working in the area of social justice and peace in Indonesia.

KONTAK KAMI:

BAKU PEDULI CENTER: Jl. Trans Flores Km. 10, Watu Langkas, Desa Nggorang, Labuan Bajo, Manggarai Barat, Flores, NTT

EMAIL: sunspiritindonesia@gmail.com

© 2019 Sunspirit for Justice and Peace

No Result
View All Result
  • ABOUT US
  • RESEARCH
    • Research in Progress
    • Working Paper
    • Journal Articles
    • Flores Studies
    • Books
  • JARINGAN KERJA RAKYAT
    • Taman Nasional Komodo
    • Advokasi Lawan Privatisasi Pantai Pede
    • Geothermal Wae Sano
    • Flores Lawan Oligarki
    • Gerakan Alternatif
  • PUBLIKASI
    • Press Release
    • News
    • Catatan Peduli
    • Gallery
    • INFOGRAFIK
  • PERTANIAN ORGANIK