Mengawali tahun 2016, kegiatan pertanian Sunspirit for Justice and Peace mengambil fokus yang lebih mendalam pada upaya konservasi dan budidaya benih lokal. Pada tahun-tahun sebelumnya, upaya itu sudah dilakukan terutama dalam budidaya mawolaka.
Kini, terdapat lebih dari 10 benih lokal yang kemudian dibudidayakan di kebun contoh rumah Baku Peduli pada awal tahun 2016. Sebut beberapa saja di antaranya, sorgum merah, sorgum putih, jewawut, jelai, keladi, ubi jalar. Kepada mitra petani sunspirit juga didorong untuk konservasi dan budidaya benih lokal.
Mengapa benih lokal budidaya benih lokal itu penting? Benih lokal adalah upaya mengembalikan kedaulatan petani di tengah masifnya penerapan model pertanian modern.
Harus diakui bahwa sejak penerapan model pertanian modern, kehidupan petani menjadi semakin sulit. Atas nama ketahanan pangan, petani diarahkan mengaplikasikan pertanian menggunakan bibit unggul, pupuk, dan mekanisasi pertanian.
Akan tetapi, bukannya membawa kepada hasil yang diharapkan, pertanian demikian justru membawa kesulitan bagi petani. Sebagai konsekuensi terhubung dengan dinamika ekonomi global, garis produksi semakin panjang. Misalnya, untuk memperoleh benih saja, petani mesti membeli kepada distribusi benih dan pupuk.
Kesulitan terus merambah. Akibat penggunaan pupuk kimia, biaya pengelolahan lahan semakin mahal. Pupuk juga mahal. Hama tanaman semakin bertambah. Ditambah faktor menurunnya debit air membuat petani semakin kesulitan dalam mengerjakan sawah.
Daerah persawahan Lembor menjadi contoh nyata dari ironi praktik pertanian demikian. Meskipun dikenal sebagai daerah lumbung padi provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), penduduk Lembor juga merupakan pelanggan dari penerima beras miskin. Jumlahnya tersebar merata di semua desa. Suatu kenyataan yang sangat paradoks.
Menggambarkan situasi ketidakadilan itu, muncul tanggapan-tanggapan begini di kalangan petani, “Kami yang kerja keras, yang kaya justru penjual pupuk dan benih”, “bukan gagal panen lagi sekarang, tetapi gagal tanam kalau semuanya serba beli”, “biarpun hasilnya melimpah, tetapi harganya bukan kita yang menentukan”.
Singkatnya terbukti bahwa model praktik demikian rupanya tidak sejalan dengan upaya pemberdayaan atau peningkatan ekonomi para petani.
Lalu bagaimana dengan benih lokal? Budidaya benih lokal merupakan kenyataan yang jamak di kalangan petani sebelum Revolusi Hijau yang digagas pemerintahan Orde Baru pada tahun 1980-an. Kelebihan benih lokal antara lain benihnya bisa didaur ulang, organik, tahan terhadap kondisi kekurangan air, dan tahan terhadap hama penyakit.
Jika ingin menanam, petani tidak perlu membelikan benih. Benih lokal bisa didaur ulang. Karena organik, petani juga tidak perlu mengeluarkan banyak biaya untuk pemupukan. Cukup memanfaatkan pupuk organik yang materialnya diambil dari alam sekitar.
Sorgum misalnya. Tidak hanya tahan terhadap kondisi kekurangan air dan organik, hasilnya juga melimpah. Sekali tanam, bisa dipanen hingga tiga kali dalam tempo 3-bulan. Sorgum juga dipandang baik bagi kesehatan karena organik.
Akan tetapi, perhatian terhadap produksi padi (swasembada padi) membuat budidaya benih lokal menghilang dengan sendirinya. Kini, inisiatif budidaya benih lokal kembali terjadi setelah mempertimbangkan bahaya dari model pertanian modern.
Sepanjang tahun 2016, di kalangan petani mitra sunspirit, Aliansi Petani Lembor (APEL) adalah kelompok petani yang gencar mengadvokasi dan menerapkan budidaya benih lokal, terutama sorgum. Ada sekitar 167 keluarga yang mulai menanamkan sorgum. Sebanyak 60 persen dari hasilnya dimanfaatkan untuk konsumsi dalam rumah tangga. Sisanya untuk dijual.
Dalam nada yang sama, praktik budidaya benih lokal sunspirit tidak berhenti pada aspek memproduksikan kembali benih lokal, tetapi juga bentuk advokasi gerakan tani menuju kedaulatan pangan. Artinya, melalui budidaya lokal dikampanyekan pula soal kedaulatan petani dalam proses-proses produksi. Pada saat bersamaan, diupayakan pula sebagai pusat produksi pengetahuan tentang pertanian.
Untuk tujuan tersebut, berbagai diskusi terkait benih lokal dan kedaulatan petani digelar sepanjang tahun 2016 di beberapa komunitas. Di antaranya, di Poco Koe pada bulan Februari, Cecer, Labuan Bajo, dan Liang Sola.
Sementara itu, selain kebun contoh, di Baku-Peduli Center dibangunkan pula sebuah ruangan sebagai tempat konservasi benih lokal. Ini demi tujuan edukasi kepada pengunjung yang datang ke rumah baku-peduli center. (Greg)